Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Partai Ramai-ramai Jaring Bakal Calon Kepala Daerah, Ini Kata Pengamat UGM

Kompas.com - 25/04/2024, 11:28 WIB
Wijaya Kusuma,
Sari Hardiyanto

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Partai politik di beberapa daerah telah memulai persiapan untuk menghadapi kontestasi Pilkada 2024

Partai politik pun ramai-ramai membuka pendaftaran untuk penjaringan bakal calon kepala daerah

Terkait dengan ramainya partai politik di daerah-daerah yang membuka penjaringan bakal calon kepala daerah untuk diusung dalam Pilkada 2024, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi memberikan pandanganya. 

Arya Budi mengatakan, pilkada dilaksanakan secara langsung pertama kali pada 2005. Pada 10 tahun pertama, partai masih mengutamakan kader. 

"Nah, partai di 10 tahun pertama sampai 2010, 2015-an itu masih mengutamakan kader. Aturan-aturan partai itu masih memprioritaskan kader partai," ujarnya, saat dihubungi, Rabu (24/4/2024). 

Baca juga: Hak dan Kewajiban Partai Politik

Arya Budi menyampaikan, berdasarkan pengalaman dua kali Pilkada tersebut, partai-partai melakukan eksperimentasi.

Mengusung kandidat yang mempunyai potensi menang itu dianggap lebih bermanfaat daripada kader sendiri yang potensi menangnya kecil. 

Berdasarkan hal itulah, kemudian partai mulai mengubah regulasi organisasi termasuk elit politiknya. Mereka memang menjaring kandidat atau mengusung kandidat yang punya potensi menang lebih besar dibandingkan kader sendiri. 

Namun selama kader mempunyai potensi menang besar, maka pasti akan diusung oleh partai. Sehingga menurut dia, memang nalar elektoral suka atau tidak mereduksi peran partai di dalam pemilihan kepala daerah. 

"Hal kedua di dalam teori wajah partai itu kan ada partai sebagai organisasi, partai di pemerintahan. Nah, partai di pemerintahan itu representasinya adalah parlemen atau kalau di daereh disebut DPRD," ucapnya. 

Baca juga: Keanggotaan Partai Politik, Siapa yang Boleh Mendaftar?


Baca juga: Daftar Partai Politik di Indonesia untuk Pemilu 2024

Mahar ongkos pencalonan

Persoalanya lanjutnya, DPRD itu lemah karena mereka cenderung menjadi 'stempel' dari kepala daerah entah di level provinsi ataupun kabupaten/kota. 

Berdasarkan basis itu, sehingga relasi elit partai di daerah itu hampir selalu mendapatkan benefit jika mereka mengusung kandidat yang menang. Kecuali jika DPRD mempunyai kekuatan otoritas yang mirip seperti DPR RI, membuat legislasi dan seterusnya. 

"Nah, itu yang kemudian menjelaskan partai-partai di daerah dalam pencalonan, nominasi kandidat itu lebih suka dengan kandidat yang berpotensi menang dibandingkan kader," tuturnya. 

Baca juga: Kepengurusan Partai Politik di Indonesia, seperti Apa?

Arya Budi menuturkan, moral value-nya adalah partai harus mengoreksi sistem kaderisasi jika ingin mengusung kader sendiri. Jadi kader partai harus diberi keleluasaan untuk bereksperimentasi di dalam praktik-praktik sosial, politik. 

Sehingga kader partai mempunyai popularitas dan tingkat keterpilihan yang dapat bersaing dengan non kader. 

"Nah, jika kader partai terlalu sibuk di organisasi dan tidak terlalu terlibat di dalam aktivitas sosial politik, nah itu mereka tidak akan terekspos sebagai tokoh pemimpin potensial di daerah. Nah, itu saya pikir penting juga untuk diperhatikan bagi partai," tandasnya. 

Baca juga: Mengenal Parliamentary Threshold, Syarat Partai Politik Bisa Masuk Parlemen

Kader incumbent

Arya mengatakan, di dalam politik pencalonan, partai juga tidak semata-mata mencalonkan secara gratis. Meskipun bukan kader, para tokoh atau bakal calon kepala daerah itu selalu menyerahkan atau diminta untuk memberikan yang mereka sebut dengan mahar atau ongkos pencalonan. Logiknya memang untuk mesin partai, organisasi partai, dan seterusnya. 

"Nah, itu yang kemudian, meskipun mereka mencalonkan kandidat kepala daerah di luar kader partai di kabupaten, kota maupun provinsi itu ada insentif logistik, meskipun mereka tidak mendapat insentif elektoral. Itu kemudian yang menjelaskan kenapa partai lebih suka dengan kandidat yang berpotensi menang dengan mekanisme menjaring calon kepala daerah itu," urainya. 

Diungkapkan dia, biasanya jika dari internal partai, yang diusung adalah kader yang statusnya sebagai incumbent atau petahana. 

"Jadi biasanya yang sudah jadi bupati, terus mau maju lagi, biasanya mereka terus menjadi anggota partai dan menjadi pimpinan partai di daerah. Sehingga otomatis di dalam pencalonan disebut sebagai kader partai itu," ucapnya. 

Namun jika bukan incumbent imbuh dia, biasanya tokoh populer atau bahkan tokoh dengan logistik yang melimpah. 

"Jika dia bukan incumbent biasanya tokoh populer atau tokoh dengan logistik yang melimpah," pungkasnya.

Baca juga: Larangan-larangan Partai Politik

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok : Malam Cerah Berawan

Yogyakarta
Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Bantul dan Yogyakarta Kerja Sama Olah Sampah, Sultan: Semoga UMKM Tumbuh

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 18 Mei 2024, dan Besok :Cerah Berawan Sepanjang Hari

Yogyakarta
Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Mahasiswa FH UGM Hendak Tabrak Mahasiswa Lain Pakai Mobil, Ini Penyebabnya

Yogyakarta
Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Duet Kustini-Danang di Pilkada Sleman Masih Terbuka, meski Sama-sama Daftar Bakal Calon Bupati

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Pemkot Yogyakarta Bakal Kirim Sampah ke Bantul untuk Diolah

Yogyakarta
Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Kantornya Digeruduk Warga Gara-gara Penumpukan Sampah, Ini Respons DLH Yogyakarta

Yogyakarta
Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Bupati Sleman Kustini Mendaftar Maju Pilkada lewat PDI-P

Yogyakarta
Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Tumpukan Sampah di Depo Pengok Yogyakarta, Ekonomi Warga Terdampak

Yogyakarta
Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Yogyakarta
 Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com