"Tidak mungkin tidak, seorang bapak tidak mendukung anaknya apalagi mewarisi kebijakan dan legacy-legacy yang dianggap Jokowi perlu diteruskan. Ada IKN, ada pembangunan-pembangunan, food estate, dan macam-macam. Nah itu Oktober itu dia deklarasi," ucapnya.
Arya mengungkapkan, statement Jokowi soal Presiden boleh berkampanye dan memihak di masa kampanye yang tinggal sekitar dua minggu, itu bukanlah deklarasi.
Statement itu menurut Arya menunjukkan bahwa Jokowi akan ikut turun dalam "gelanggang".
"Statement itu menurut saya menunjukkan bahwa dia sedang meniup terompet, dia sudah bukan lagi di belakang, dia akan maju ke medan perang," urainya.
Presiden sebagai kepala pemerintahan dan lambang negara harus menjaga betul instrumen alat kelengkapan negara dari kepentingan elektoral.
Bagi Arya, menetralisir instrumen, alat kelengkapan negara dari kepentingan elektoral itu yang kemudian sangat krusial.
"Tentu tidak ada orang yang netral ya. Tetapi menetralisir instrumen alat kelengkapan negara dari kepentingan elektoral itu yang kemudian sangat krusial.
Jadi satu sisi memang presiden bisa, tapi menetralisir lembaga-lembaga negara, instrumen, alat negara, tidak menjadi timses dari pasangan calon itu yang paling penting," tuturnya.
Baca juga: Soal Presiden Boleh Memihak, TKN Singgung Jokowi Memihak Dirinya Sendiri Saat Pilpres 2019
jika Jokowi secara eksplisit meniup terompet masuk ke "gelanggang" terjadi mobilisasi penggunaan lembaga, alat instrumen negara sebagai tim sukses. Sementara tentu tidak ada publik yang setuju dengan itu.
"Seluruh negara APBN itu ya untuk seluruh publik, bukan hanya untuk pemilih dari pasangan calon. Kenapa karena lembaga, negara alat,negara aparatur negara, siapapun itu menggunakan dana APBN dimana sumber APBN berasal dari pajak lintas simpatisan bukan dari pajak simpatisan salah satu pasangan calon," tegasnya.
Kemudian, lanjut Arya, saat ini menjadi penting untuk sama-sama mengawasi bagaimana lembaga negara bekerja.
"Bahwa presiden itu bisa itu satu hal, tapi secara etik dan secar moral itu hal yang lain karena kekhawatiran kita terhadap penggunaan instrumen negara. Karena kalau tidak, Jokowi tidak sedang mewarisi legacy dia, pembangunan dan seterusnya, tetapi bisa jadi dia mewarisi cara kerja kekuasaan yang bisa jadi ditiru oleh presiden selanjutnya siapapun itu," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.