YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo mengatakan, seorang presiden boleh berkampanye dalam pemilihan umum dan memihak kepada calon tertentu dalam kontestasi pesta demokrasi.
Berkaitan dengan pernyataan Presiden Jokowi tersebut, pengamat politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Arya Budi mengatakan, berdasarka fakta politik, di pemilu sebelumnya Presiden boleh berkampanye.
Sementara terkait statement Jokowi, hal itu menunjukkan bahwa Jokowi akan ikut turun dalam gelanggang.
"Statement itu menurut saya menunjukkan bahwa dia sedang meniup terompet, dia sudah bukan lagi di belakang, dia akan maju ke medan perang," ungkap Arya saat dihubungi, Rabu (24/01/2024).
Baca juga: Jokowi Sebut Presiden Boleh Memihak, Airlangga: Itu Hak Konstitusional
Soal Presiden berkampanye, Arya mengatakan bahwa merujuk pada pemilu sebelumnya, Presiden berkampanye bahkan untuk dirinya sendiri tidak bermasalah.
Pada tahun 2019, Joko Widodo sebagai incumbent atau petahana berkampanye untuk dirinya sendiri.
"Itu terjadi di Jokowi di 2019. Dia presiden incumbent, dia berkampanye dan untuk dirinya sendiri. SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) juga di tahun 2009 dan Megawati (Megawati Soekarnoputri) di 2004. Itu semua adalah momentum di mana pilpres itu melibatkan incumbent dan presiden yang menjabat saat itu melakukan kampanye," tuturnya.
"Dia (Presiden) berpihak juga. Bedanya adalah dia berpihak dan berkampanye untuk dirinya sendiri. Nah itu fakta politik," imbuhnya.
Dia menegaskan, secara hukum di Undang-undang pemilu, diatur bahwa presiden dan pejabat negara memang boleh melakukan kampanye selama tidak menggunakan fasilitas negara.
"Kemudian mengajukan cuti dan seterusnya. Sehingga memang ada prosuder formal yang memang diatur," kata Arya.
"Nah jadi boleh tidaknya (Presiden berkampanye) berdasarkan fakta politik di pemilu 2019, 2009, dan 2004 di mana presiden incumbent itu berkampanye untuk dirinya sendiri maupun dengan fakta hukum yaitu tadi di Undang-undang itu, memang bisa (Presiden berkampanye). Bisa dan boleh itu dua hal yang berbeda," tandasnya.
Sementara itu, berdasar tafsir politiknya, Arya mengatakan bahwa Jokowi sudah mendeklarasikan diri secara politik ikut berkontestasi di dalam Pemilu 2024.
Hal ini sudah terlihat sejak pendaftaran Capres Cawapres.
"Poin kedua terkait dengan tafsir politik. Jadi Bulan Oktober ketika momentum pendaftaran capres cawapres, dan akhirnya keluar nama Gibran waktu itu dideklarasikan sebelum pendaftaran, kemudian akhirnya didaftarkan di hari terakhir tanggal 29 Oktober, kalau tidak salah. Nah, itu sebenarnya Jokowi sudah mendeklarasikan diri bahwa dia secara politik itu ikut berkontestasi karena ada nama Gibran di sana," tuturnya.
Diungkapkan Arya, seorang bapak tentu akan mendukung anaknya. Apalagi dapat meneruskan kebijakan-kebijakannya.
Baca juga: PDI-P Sebut Jokowi Langgar Etika dan Moral Jika Memihak dalam Pilpres