Sabiyem tidak menggunakan cetakan. Ia hanya mengira-ngira sambil memanfaatkan kayu sepanjang 1,5 meter sebagai pengukur panjang tungku bikinannya.
Setelah jadi, ia menghaluskan permukaan dengan cara dipukul-pukul pakai kayu permukaan datar hingga permukaan tungku menjadi halus, lantas dibiarkan kering.
“Bikin satu tungku sampai kering dan bisa diambil konsumen itu paling cepat satu bulan. Makanya, siapa saja yang mau beli pesan dulu,” kata Sabiyem.
Lamanya produksi karena tungku tidak melalui proses pembakaran, hanya melalui proses penjemuran di bawah terik matahari hingga kering.
Ia membuat dua variasi, Rp 125.000 untuk tungku tiga lubang dan Rp 50.000 – 75.000 yang satu sampai dua lubang. Pembelinya kebanyakan dari wilayah Kokap. Mereka mengambil sendiri tungku jadi di rumah Sabiyem.
Dalam satu bulan, 10-12 tungku terbeli. Sabiyem dan Kodiyah membagi dua hasil penjualan.
“Belajar dari Simbah, diturunkan ke anak-anaknya. Selain saya, ya saudara saya ada bikin tungku, tapi tidak sebanyak kami,” katanya.
Usaha keras tersebut telah membuat dua anaknya lulus SMA. Salah satu di antaranya kini membangun bengkel kendaraan di depan rumah.
Musim kemarau seperti sekarang menguntungkan para perajin yang berkutat tanah dan lempung. Cuaca terik menjadikan tungku bikinan tangan jadi cepat mengering, cuan pun segera mengalir.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.