Dilansir dari Kompas.com, Belanda kemudian menerapkan Wilde Scholen Ordonantie atau Undang-Undang Sekolah Liar pada tahun 1930.
Hal ini dilakukan untuk membatasi perkembangan pendidikan alternatif Indonesia, termasuk Taman Siswa.
Setelah Undang-Undang Sekolah Liar berlaku, Belanda menutup seluruh kegiatan Taman Siswa dan membatasi ruang gerak para pengajarnya.
Namun penutupan Taman Siswa tidak menghentikan aktivitas pendidikan karena Guru dan murid Taman Siswa tetap melanjutkan kegiatan secara bergerilya atau sembunyi-sembunyi.
Pemerintah Kolonial Belanda akhirnya mencabut undang-undang tersebut pada tahun 1932 karena membuat situasi tidak kondusif akibat timbulnya berbagai perlawanan.
Seperti diketahui, Raden Mas Soewardi Soerjaningrat atau Ki Hajar Dewantara merupakan pendiri Taman siswa.
Namun beliau tidak berjuang sendirian melainkan dibantu oleh beberapa orang dalam merintis perjuangannya di bidang pendidikan.
Dilansir dari laman tamansiswapusat.com, tokoh-tokoh tersebut antara lain Nyi Hajar Dewantara, R.M. Soetatmo Soerjokoesoemo, R.M.H. Soerjo Poetro, B.R.M. Soebono, Ki Prono Widigdo, Ki Soetopo Wonobojo, dan Ki Tjokrodirdjo.
Ki Hajar Dewantara mengembangkan prinsip ajaran ketika beliau diasingkan ke Belanda oleh pemerintah kolonial.
Dilansir dari laman Kemendikbud, beberapa tokoh yang memberi pengaruh besar pada Ki Hajar Dewantara yaitu, Friedrich Frobel yang merupakan pendiri taman kanak-kanak pedagogik dari Jerman, Maria Montessori yang merupakan ahli pendidikan dari Italia, serta pemikiran Rabindranath Tagore yang merupakan peraih nobel sastra pertama yang berasal dari luar Eropa.
Dilansir dari laman Fakultas Ekonomi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa, terdapat tiga prinsip ajaran yang dianut Taman Siswa sebagai organisasi pendidikan, yaitu "Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani".
Apabila diartikan satu per satu maka arti dari ketiga ajaran tersebut adalah:
1. Ing Ngarsa Sung Tuladha berarti di depan memberi contoh.
2. Ing Madya Mangun Karsa berarti di tengah membangun semangat.
3. Tut Wuri Handayani berarti di belakang memberikan dorongan.
Sikap ini diterapkan di semua jenjang Pendidikan Taman Siswa, mulai dari Taman Indria (Taman Kanak-kanak), Taman Muda (SD), Taman Dewasa (SMP), Taman Madya (SMA), hingga Taman Guru (Sarjana Wiyata).
Ketiga ajaran tersebut hingga saat ini masih tetap menjadi panduan dan pedoman dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Sumber:
ditsmp.kemdikbud.go.id, gtk.kemdikbud.go.id, tamansiswapusat.com, fe.ustjogja.ac.id, dan kompas.com (Penulis : Gama Prabowo, Editor : Serafica Gischa)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.