YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, menyebut angka kematian akibat tuberkulosis (TBC) mencapai 1 hingga 1,5 persen dari total 1.213 kasus.
"Kalau kasus kematian akibat TBC di Bantul masih dalam kisaran 1 hingga 1,5 persen dari total kasus TBC di Bantul," kata Kepala Dinas Kesehatan Bantul, Agus Budi Raharja, Rabu (21/12/2022).
Dia menjelaskan, 1.216 kasus tersebut diperkirakan baru 50 persen kasus TBC yang ada di Bantul sehingga masih banyak orang dengan TBC yang masih belum ditemukan dan diobati.
Pihaknya terus melakukan sosialiasai terkait TBC dan juga melakukan screening. Juga menguatkan jaringan di masyarakat untuk diteksi.
Baca juga: Diduga Sering Dicium dan Digendong, 600 Anak di Bantul Sakit TBC
"Jadi kalau ada ditemukan keluarganya kena TBC harus segera diambil tindakan," kata Agus.
Agus mengatakan, selain anak, pihaknya juga memberikan perhatian kepada pasien yang putus berobat TBC. Sebab, angkanya cukup tinggi, yaitu 3,93 persen dari jumlah pasien yang harus diobati tahun 2022.
Pasien TBC seharusnya rutin pengobatan sampai 6 bulan. Pihaknya khawatir jika tidak diatasi, pasien akan resisten obat.
"Faktornya banyak yang putus berobat mungkin ada yang lupa, kedua tentu pemahaman terkait pengobatan TB itu sendiri," kata dia.
Untuk itu, jika ditemukan pasien TBC maka diperlukan pendamping minum obat (PMO).
Sebelumnya, Dinas Kesehatan Bantul mencatat dari bulan Januari sampai November 2022 ada 1.216 kasus tuberkulosis (TBC). Dari ribuan kasus tersebut, 50 persen adalah anak.
"Sejak Januari sampai November ada 1.216 kasus TBC yang ditemukan di seluruh fasilitas kesehatan. Nah, 619 diantaranya adalah kasus TBC anak dan 12 kasus pasien TBC resisten obat," kata Kepala Dinas Kesehatan Bantul Agus Budi Raharja kepada wartawan di Bantul Rabu (21/12/2022).
Dijelaskannya, banyaknya anak yang mengidap TBC karena masih banyak orang yang belum terdeteksi dan diobati. Jika diestimasi yang terjangkit TBC ada 2.431 orang, sementara yang ditemukan 1.216 kasus.
Baca juga: Dites, 1.600 Orang di Sumenep Ternyata Mengidap TBC, Mayoritas Usia Produktif
Belum terditeksinya ini menyebabkan anak tertular, apalagi sering dicium dan digendong.
"Contoh anak umur 2 tahun kansering digendong atau diciumi orang-orang. Hal itu risiko kontak semakin tinggi," kata Agus.
Agus mengatakan, selain itu faktor kurang gizi dan stunting sehingga menyebabkan daya tahan anak berkurang. Selain itu, anak tidak bisa menularkan ke orang lain.
Adapun gejalanya, batuk lebih dari 2 pekan disertai demam dan mengalami penurunan berat badan.
"TBC anak tidak menularkan tapi anak berpotensi tertular TBC tinggi," kata dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.