Kerusakan hati berkaitan dengan fungsi penting organ ini dalam metabolisme racun. Racun bisa saja didapat dari banyak hal, namun pada kasus hepar kronis maka diduga kuat akibat makanan hiu sendiri, yakni plankton.
Baca juga: Bangkai Paus Sepanjang 12 Meter Terdampar di Sabu Raijua NTT, Warga Akan Gelar Ritual Adat
Diduga, makanan yang dikonsumsi tercemar limbah atau racun lain, yang terus menumpuk dari hari ke hari sampai tidak mampu lagi diatasi sehingga menjadi gangguan hati.
"Arah dugaannya ke sana, karena hewan liar apalagi di laut, penyakit infeksi itu sangat jarang. Sehingga terjadi kematian, bila bukan karena usia, maka gangguan metabolik atau penyakit metabolik atau gangguan organ hati, ginjal, jantung dan usus. Dalam kasus kali ini, hanya hati yang terlihat ada gangguan sedangkan organ lain terlihat normal," kata Slamet.
Pencemaran laut tentu bisa saja menjadi penyebabnya. Ia mengungkapkan, misal tumpahan minyak dari kapal, limbah dari sungai masuk ke laut. Limbah itu menempel pada benda mengapung, termasuk mikroorganisme hidup di permukaan air seperti plankton.
Bila dikonsumsi dan terakumulasi dalam jumlah banyak maka bisa menimbulkan keracunan.
Baca juga: Perjuangan TNI AL Tenggelamkan Bangkai Paus di Sampang, Pasang Pemberat 30 Kg
“Dari sungai itu bisa pestisida, limbah rumah tangga, logam berat dan bisa mencemari lautan. Itu mengapa bahayanya polutan pada biota laut. Ketika dikonsumsi satwa, maka membutuhkan waktu lama untuk menyebabkan kematian,” kata Slamet.
Slamet menyayangkan kematian satwa ini. Pasalnya, hiu paus satwa unik dan dianggap sebagai hiu purba. Ia bukan karnivora, seperti hiu lainnya.
Hiu ini dikenal dari gigi halus seperti katak yang tidak menyebabkan luka pada manusia, tidak seperti hiu predatori yang bergigi tajam. Kulitnya kasar seperti amplas dan bisa menyebabkan kemerahan pada kulit manusia yang memegangnya.
Satwa jantan dewasanya bisa lebih dari 10 meter. Habitatnya berada di wilayah tropis nan hangat di seluruh dunia. Indonesia yang berada di khatulistiwa jadi salah satu tempat habitat ideal.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.