Salin Artikel

Hiu Paus Terdampar Mati di Muara Sungai Bogowonto, Diduga Terkait Polutan di Laut

Satwa yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai whale shark itu ditemukan mengapung sejak Selasa (26/7/2022) pukul 19.00 WIB. Warga kerap menyebutnya sebagai geger lintang atau hiu tutul.

Hiu paus dilindungi penuh oleh negara dan tidak boleh dimanfaatkan dalam keadaan hidup maupun turunannya.

“Kami menerima laporan biota laut dari jejaring semalam. Dilaporkan satwa sudah mati, maka tidak perlu penanganan cepat. Kami mengidentifikasi baru pagi. Hiu ini dilindungi penuh sehingga tidak bisa dimanfaatkan dalam keadaan hidup maupun turunan produknya, maka kami kubur,” kata Wijang Padmadi, Koordinator Satuan Kerja DIY dari UPT Loka Pengelolaan Sebaya Pesisir (LPSP) yang berkantor di Provinsi Banten, Rabu (27/7/2022) siang.

LPSP merupakan unit pelaksana di Direktorat Pengelolaan Ruang Laut, Kementrian Kelautan dan Perikanan.

Wijang mengungkapkan, hiu paus telah menjalani nekropsi atau pembedahan pada jasad mamalia ini. Hasilnya, terdapat tanda sakit pada organ dalam.

“Sampel yang diambil, hati, daging dan lapisan lemaknya dan lapisan kulitnya oleh dokter hewan dan masih akan diteliti lebih lanjut,” kata Wijang.

Relawan dari Satlinmas Rescue Istimewa (SRI) Wilayah V Kulon Progo dan TNI Angkatan Laut yang berada di sana mengevakuasi hiu paus pagi hari dan menguburnya ke dalam pasir.

Kerusakan hati dan polutan laut

Bangkai hiu paus menjalani nekropsi atau pembedahan. Dokter hewan Dr drh Slamet Rahardjo, MP memimpin pembedahan sekitar pukul 10.00 WIB.

Slamet merupakan dosen Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada. Ia mengungkapkan, hiu itu betina, panjang 8,7 meter dan usia dewasa. Mamalia laut ini mati antara 12-14 jam.

Saat dievakuasi, kulit hiu masih terlihat bagus, bau masih samar, daging masih segar meski pucat. Tubuhnya bisa setebal lebih dari setengah meter, yakni dari bawah kulit dengan ketebalan 15 cm, daging dan ototnya 45 cm.

Dokter yang banyak berkutat pada satwa eksotik dan satwa liar ini mendapati hati atau hepar hiu tersebut sangat besar lebih dari kewajaran ukuran tubuhnya. Jaringan hatinya rapuh, mudah hancur ketika dipotong.

Slamet mengungkapkan, ada indikasi gangguan hepar kronis pada hiu. Sementara, organ lain seperti lambung dan usus dalam keadaan kosong dan hanya ada angin saja.

Hal ini mengindikasi hiu tidak makan berhari-hari atau berminggu-minggu. Diperkirakan, hiu kehabisan energi dan berakhir kematian.

“Kondisi hepar ini rapuh dibanding kondisi mati organ lain yang 12-14 jam. Ini mengindikasikan gangguan hati kronis yang membuat hiu ini tidak mau makan berhari dan berminggu-minggu sehingga akhirnya kehabisan energi dan berakhir kematian,” kata Slamet.

Kerusakan hati berkaitan dengan fungsi penting organ ini dalam metabolisme racun. Racun bisa saja didapat dari banyak hal, namun pada kasus hepar kronis maka diduga kuat akibat makanan hiu sendiri, yakni plankton.

Diduga, makanan yang dikonsumsi tercemar limbah atau racun lain, yang terus menumpuk dari hari ke hari sampai tidak mampu lagi diatasi sehingga menjadi gangguan hati.

"Arah dugaannya ke sana, karena hewan liar apalagi di laut, penyakit infeksi itu sangat jarang. Sehingga terjadi kematian, bila bukan karena usia, maka gangguan metabolik atau penyakit metabolik atau gangguan organ hati, ginjal, jantung dan usus. Dalam kasus kali ini, hanya hati yang terlihat ada gangguan sedangkan organ lain terlihat normal," kata Slamet.

Pencemaran laut tentu bisa saja menjadi penyebabnya. Ia mengungkapkan, misal tumpahan minyak dari kapal, limbah dari sungai masuk ke laut. Limbah itu menempel pada benda mengapung, termasuk mikroorganisme hidup di permukaan air seperti plankton.

Bila dikonsumsi dan terakumulasi dalam jumlah banyak maka bisa menimbulkan keracunan.

“Dari sungai itu bisa pestisida, limbah rumah tangga, logam berat dan bisa mencemari lautan. Itu mengapa bahayanya polutan pada biota laut. Ketika dikonsumsi satwa, maka membutuhkan waktu lama untuk menyebabkan kematian,” kata Slamet.

Slamet menyayangkan kematian satwa ini. Pasalnya, hiu paus satwa unik dan dianggap sebagai hiu purba. Ia bukan karnivora, seperti hiu lainnya.

Hiu ini dikenal dari gigi halus seperti katak yang tidak menyebabkan luka pada manusia, tidak seperti hiu predatori yang bergigi tajam. Kulitnya kasar seperti amplas dan bisa menyebabkan kemerahan pada kulit manusia yang memegangnya.

Satwa jantan dewasanya bisa lebih dari 10 meter. Habitatnya berada di wilayah tropis nan hangat di seluruh dunia. Indonesia yang berada di khatulistiwa jadi salah satu tempat habitat ideal.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2022/07/27/211825478/hiu-paus-terdampar-mati-di-muara-sungai-bogowonto-diduga-terkait-polutan

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke