YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tradisi brandu atau porak, disebut turut menjadi penyebab munculnya kasus antraks di Gunungkidul secara berulang.
Tradisi brandu atau porak, yakni tradisi mengganti rugi ternak yang mati atau sakit oleh warga Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Tradisi ini sering terjadi ketika ada hewan ternak yang sakit maupun sudah mati dipotong dan dagingnya dijual untuk mengurangi kerugian pemilik ternak.
Saat ini, Pemerintah Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta mengaku akan membuat peraturan khusus yang melarang masyarakat melakukan tradisi brandu atau porak.
Baca juga: Soal Antraks, Sultan Heran Masih Ada Masyarakat yang Melakukan Brandu
Sekda Gunungkidul Sri Suhartanta menyampaikan, saat ini pemerintah tengah menyusun penerbitan Peraturan Daerah (Perda) tentang penyelenggaraan peternakan dan kesehatan hewan.
"Di dalamnya edukasi masyarakat untuk tidak lagi brandu atau porak. Nantinya secara detail akan ada di peraturan bupati," kata Sri ditemui di kantor Pemkab Gunungkidul Jumat (15/3/2024).
Selain itu, pemerintah juga akan mengedukasi masyarakat bagaimana cara memilih daging sehat. Nantinya Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan (DPKH) Gunungkidul akan terus mengedukasi warga.
"DPKH akan masif memberikan edukasi kepada warga, dan akan dibantu oleh Dinas Kominfo," kata dia.
Pihaknya berharap masyarakat ikut berperan aktif tidak melakukan brandu hewan yang sudah mati. Selain merugikan diri sendiri juga membahayakan lingkungan sekitar.
Sebab, hewan yang sudah terpapar antraks akan semakin berbahaya jika disembelih, karena sporanya akan menyebar.
Selain itu, Sri mengaku belum berencana mengeluarkan kebijakan Kejadian luar Biasa (KLB) antraks karena memerlukan berbagai pertimbangan.
"Tapi kami belum melangkah ke sana. Perlu dikoordinasikan terlebih dahulu sejauh mana kejadian antraks yang sudah terjadi. Itu kami cermati kembali apakah akan mengambil KLB atau tidak," kata dia.
Baca juga: Antisipasi Penularan, 1.427 Ekor Sapi di Klaten Divaksinasi Antraks
Kepala DPKH Gunungkidul Wibawanti Wulandari mengatakan, Perda tentang penyelenggaraan peternakan dan kesehatan tersebut juga berisi sanksi apabila seseorang mengonsumsi, mengedarkan, menjualbelikan bangkai atau hewan yang mati terutama akibat penyakit.
"Kami tuliskan sanksi berdasarkan Peraturan Perundangan," kata Wibawanti
Dikatakannya, Untuk kompensasi untuk saat ini muatan perda sudah ada harus diperkuat dengan peraturan Bupati agar teknisnya lebih jelas. Kasus antraks di Gedangsari karena berbatasan dengan Kabupaten Sleman ditangani dengan Kabupaten Sleman.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.