YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengatakan, Siklon Tropis Anggrek terpantau berada di Samudera Hindia barat daya Bengkulu, dengan kecepatan angin maksimum 35 knot dan tekanan udara minimum kisaran 998 hPa bergerak ke arah Selatan Barat Daya.
Selain siklon tropis Anggrek, BMKG juga mendeteksi Bibit Siklon Tropis 99S di daratan Australia bagian utara, 162 LS, 132.1” BT.
Dampak dari fenomena ini, BMKG mengungkap ada perubahan kondisi cuaca di wilayah Yogyakarta.
Baca juga: Siklon Tropis Anggrek Terdeteksi di Sekitar Indonesia, Berlangsung sampai Kapan?
Warjono, Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Yogyakarta mengatakan, pada 17 dan 18 Januari 2024 hujan intensitas ringan hingga sedang mengguyur seluruh wilayah di Yogyakarta dengan durasi cukup lama.
"Dari hasil analisis peta hujan harian tanggal 17 Januari 2024, curah hujan terukur mencapai intensitas 50-100 mm terutama di wilayah DIY bagian Selatan," ujarnya saat dihubungi, Jumat (19/1/2024).
Ia menambahkan, beberapa wilayah terukur dengan intensitas sangat lebat hingga mencapai intensitas 50-100 mm. Ini terjadi di kecamatan Panggang dan Saptosari Gunungkidul, serta Temon di Kulon Progo.
Sedangkan intensitas hujan yang terjadi di wilayah DIY bagian tengah hingga utara berada dalam kategori sedang (20-50 mm), tepatnya di sekitar Gunungkidul bagian tengah, Kota Yogyakarta, Kulon Progo dan Sleman.
Sedangkan untuk wilayah Gunungkidul bagian Utara, curah hujan terukur berada pada kategori ringan (0,5-20 mm).
"Mencermati perkembangan kondisi dinamika atmosfer terkini, dapat diidentifikasi bahwa ada beberapa fenomena atmosfer yang cukup berperan dalam perubahan kondisi cuaca di wilayah Yogyakarta, antara lain posisi MJO (Madden Julian Oscillation) di Kuadran 4 (Maritime Continent) yang berkontribusi terhadap proses pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat," beber dia.
Untuk diketahui, MJO merupakan aktivitas intra seasonal yang terjadi di wilayah tropis yang dapat dikenali berupa adanya pergerakan aktivitas konveksi yang bergerak ke arah timur dari Samudera Hindia ke Samudera Pasifik yang biasanya muncul setiap 30 sampai 40 hari.
Selain itu pola angin monsoon Asia mendominasi wilayah Jawa pada umumnya dan DIY khususnya, yang bertiup dari arah Barat Daya Barat Laut dengan kecepatan berkisar 20-40 km/jam.
Warjono menjelaskan, adanya tekanan rendah di Samudera Hindia Barat Daya Bengkulu dan di Australia, secara tidak langsung memicu pembentukan pola angin konvergensi di sepanjang Jawa termasuk wilayah Yogyakarta.
"Sehingga ini berpotensi meningkatkan potensi pertumbuhan awan hujan," terang dia.
Dia menerangkan, ada pola pergerakan angin dari arah selatan hingga barat daya bergerak ke arah utara barat laut, di mana pasokan uap air cukup maksimal dari Samudera Hindia.
Sedangkan, profil vertikal kelembapan udara di wilayah DIY pada ketinggian 1.5-5.5 km (level 850-500 mb) berkisar antara 80-98 persen (basah).