KOMPAS.com - Tradisi Sinoman adalah sebuah tradisi masyarakat Jawa saat ada hajatan, seperti pernikahan, acara keagamaan, khitanan, upacara kematian, dan acara besar lainnya.
Tradisi Sinoman telah dikenal sejak abad ke-14 dan masih berlangsung hingga saat ini.
Tradisi Sinoman merupakan bagian tradisi masyarakat yang belangsung secara turun-temurun.
Tradisi Sinoman berasal dari kata sinom yang artinya masa remaja.
Kata Sinom yang juga berarti sinoman bermakna sebagai perkumpulan anak muda yang sedang membantu orang yang mempunyai hajat.
Para tamu yang datang ke hajatan akan disuguhi minuman sebagai tanda penghormatan dan penghargaan.
Baca juga: Mapalus, Tradisi Gotong Royong Suku Minahasa
Para pelayan yang menyajikan minuman disebut sebagai sinoman atau peladen. Aktivitasnya disebut sebagai nyinom.
Pelaku tradisi sinoman biasanya anak muda dan ibu-ibu yang tinggal di sekitar tempat hajatan.
Para sinoman laki-laki mempunyai tugas seperti membangun tenda/tobong, menata meja dan kursi, menyajikan makanan, mempersiapkan acara supaya berjalan lancar, membersihkan makanan maupun lokasi acara setelah acara selesai.
Para sinom perempuan biasanya lebih fokus di bagian memasak bahan makanan.
Dalam menjalankan tradisi tersebut, mereka juga menjunjung etika dan tata krama dalam melayani tamu, seperti saat mengantarkan makanan maupun minuman, cara berpakaian, dan cara berbicara.
Para pelaku sinoman tidak dibayar untuk melakukan pekerjaan tersebut, melainkan hanya berdasarkan gotong royong dan kekeluargaan.
Tradisi sinoman adalah salah satu bentuk kearifan lokal sebagai cerminan nilai-nilai budaya Jawa.
Tradisi Sinoman mempunyai sejumlah manfaat, baik dari segi spiritual, budaya, maupun sosial.
Berikut ini adalah manfaat tradisi sinoman.