KOMPAS.com - Geplak adalah makanan tradisional yang berasal dari daerah Bantul, Yogyakarta. Kuliner tersebut terbuat dari parutan kelapa dan gula merah atau gula pasir.
Geplak sering menjadi oleh-oleh khas Jogja. Keberadaannya mudah ditemukan di toko oleh-oleh.
Pengrajin geplak di Bantul, antara lain terdapat di Dusun Piring dan Dusun Jonggrangan.
Dilansir dari laman Kementeriaan Pendidikan, Kabudayaan, Riset, dan Teknologi, geplak telah dikenal sejak abad ke-19.
Sejarah geplak tidak terlepas dari keberadaan pabrik-pabrik gula di sekitar Yogyakarta, perkebunan tebu, dan kelapa.
Pabrik gula telah berdiri sejak zaman pendudukan Belanda, salah satunya terdapat di Bantul.
Pabrik Gula Madukismo adalah pabrik gula di wilayah Bantul yang berdiri pada tahun 1955 dan masih beroperasi hingga kini.
Pada masa kolonial, Batul terkenal sebagai penghasil gula. Banyak tanaman tebu di sekitar wilayah Bantul.
Baca juga: Resep Geplak, Kudapan Manis Khas Yogyakarta
Kondisi geografis Bantul juga berupa wilayah pesisir selatan sebagai penghasil kelapa.
Produksi gula dan kelapa yang melimpah tersebut yang melahirkan makanan kreasi berupa geplak.
Pada zaman dahulu, geplak terkadanng berfungsi sebagai makanan alternatif pengganti. Pada masa paceklik, masyarakat kadangkala mengkonsumsi geplak sebagai makanan pokok.
Dalam dokumentasi Mustikarasa (1967) disebutkan bahwa semua geplak berasal dari Yogyakarta, yakni geplak djahe, geplak mrambus, geplak duren, geplak nangka, geplak panili, dan geplak sirsak.
Bentuk geplak mengalami beberapakali transformasi.
Pada tahun 1945, geplak memiliki bentuk silider dengan diammeter sekitar 0,5-0,75 sentimeter, panjang geplak kurang lebih dua sentimeter. Geplak tersebut dinamakan geplak Srintil.
Geplak kemudian berbentuk lanset dengan dua ujung kecil, panjang sekitar 10 sentimeter pada tahun 1950-1960. Geplak tersebut dicetak dengan cetakan bersalur-salur.