KOMPAS.com - Menteri Pertahanan (Menhan), Prabowo Subianto, menyampaikan rencananya untuk memindahkan makam Pangeran Diponegoro dari Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), ke kampung halaman Pahlawan Nasional tersebut di Yogyakarta.
Usulan tersebut disampaikan Prabowo saat menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) XVI Asosiasi Pemerintah Kota se-Indonesia (Apeksi) di gedung Upper Hills Convention Center, Kota Makassar, Sulsel, Kamis (13/7/2023).
"Di sini, di kota ini (Makassar), ada makam Pangeran Diponegoro, yang dibuang dari daerah asalnya. Tak ada salahnya kita berpikir, tentunya dengan seizin rakyat Sulawesi Selatan," kata Prabowo, sebagaimana diberitakan regional.kompas.com, Kamis (13/7/2023).
"Apa tidak ada baiknya, kita kembalikan makam Pangeran Diponegoro ke kampung halamannya? Dengan seizin rakyat Sulawesi Selatan, kita kembalikan beliau ke kampung halamannya sendiri," imbuhnya.
Baca juga: Cucu Pangeran Diponegoro Anggap Keinginan Prabowo untuk Pindahkan Makam sebagai Bahasa Politik
Menanggapi usulan tersebut, Gubernur Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengatakan, pemindahan makam Pangeran Diponegoro tak diperlukan.
“Kalau saya, tidak usah,” ujar Sri Sultan, sebagaimana diberitakan regional.kompas.com, Jumat (14/7/2023).
Menurutnya, sejauh ini masyarakat Makassar telah menghargai dan menjaga makam Pangeran Diponegoro.
“Pangeran Diiponegoro di sana juga dihargai oleh masyarakat. Masyarakat di Makassar juga menjaga (makamnya), saya kira tidak perlu harus diputar (dipindahkan) ke Jogja, masyarakatnya menghargai di sana,” tandas Sri Sultan.
Pangeran Diponegoro yang memiliki nama asli Raden Mas Mustahar lahir di Yogyakarta, 11 November 1785.
Dia merupakan putra dari Raden Mas Surojo atau Sultan Hamengkubuwono III dan Raden Ayu Mangkarawati.
Baca juga: Prabowo Ingin Pindahkan Makam, Cucu Pangeran Diponegoro: Amanah Beliau Dimakamkan di Makassar
Sosok yang ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional pada 6 November 1973 itu dikenal sebagai pemimpin Perang Diponegoro melawan penjajah Belanda yang berlangsung pada tahun 1825-1830.
Usai mengobarkan perlawanan terhadap penjajahan Belanda pada 1825, Pangeran Diponegoro menyerahkan diri demi membebaskan pasukannya yang terjepit prajurit kolonial Belanda di Magelang, Jawa Tengah.
Sejak saat itu, dia diasingkan ke Makassar, Sulsel, sejak 12 Juni 1830. Menjalani pengasingan di bawah pengawasan ketat selama 25 tahun, Pangeran Diponegoro meninggal dunia pada 8 Januari 1855.
Juru kunci makam, R. Hamzah Diponegoro yang juga generasi kelima Pangeran Diponegoro menjelaskan, pada awalnya tidak ada masyarakat yang tahu Pangeran Diponegoro diasingkan di Benteng Fort Rotterdam.
Setelah Pangeran Diponegoro meninggal, warga baru mengetahui adanya pejuang yang selama ini hidup di pengasingan.