KULON PROGO, KOMPAS.com – Syawalan merupakan tradisi halal bihalal di kalangan masyarakat Jawa setelah bulan Ramadhan.
Kalau biasanya keluarga hingga perkantoran, kali ini para pelanggan sebuah angkringan tersembunyi di Jalan Sugiman, Kalurahan Margosari, Kapanewon Pengasih, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, bikin hal bihalal sendiri. Ini bukan yang pertama mereka lakukan di hari Lebaran.
Satu persatu orang datang, salaman, saling memaafkan. Mereka yang datang ada yang pakai pakaian batik, baju koko, berdandan cantik, atau kaos oblong, sarungan ataulah berseragam satpam.
Baca juga: Satpol PP DIY Sebut Angkringan dan Warmindo Sering Jadi Markas Klitih
Mereka ngobrol sebentar, saling tertawa lepas, minum kopi atau teh, ada yang sambil mengisap rokok, lantas pergi diganti orang lain yang datang.
“Ini silaturahim di grup relawan angkringan. Halal bI halal seperti tahun lalu,” kata Supriyanto (44) asal Pedukuhan Dayakan, Kalurahan Pengasih, Senin (24/4/2023).
Angkringan Wana Winulang, begitu disebut orang. Angkringan ini agaknya satu-satunya yang membuka lapak di hari Lebaran 2023.
Pemilik angkringan, Supriyanto menceritakan, syawalan di tempat usahanya sebenarnya sudah berlangsung di tahun lalu, juga di hari Lebaran.
Halal bihalal biasanya tradisi yang berlangsung di antara keluarga, tetangga dan pegawai kantor. Tapi, kali ini para pelanggan angkringan yang melakukannya.
Angkringan jadi terlihat ramai meski berada di momen hari lebaran. Padahal hari ini jamaknya orang masih kunjung mengunjungi keluarga atau wisata.
Baca juga: Kronologi Pengunjung Dianiaya Pemilik Angkringan di Ngawi, Berawal Permintaan Lagu ke Pengamen
Jauh hari Supri, panggilan Supriyanto, dan beberapa pelanggan merencanakan lagi syawalan angkringan. Memasuki hari lebaran, tersebar pesan WhatsApp undangan nangkring pukul 09.00 hingga seterusnya.
Karena sudah biasa, Supri mulai sejak pagi, Senin ini. Ia menyalakan api tungku untuk memasak air dalam ceret khas angkringan. Ia menyediakan kopi dan teh untuk menyambut tamu. “Bahkan sudah ada yang datang jam 6, tapi paling ramai jam 9,” kata Supri.
Mereka datang sambil membawa panganan yang kemudian dimakan bersama, seperti biskuit hingga aneka kue dan minuman berkarbonat
“Saya sediakan minum, teman-teman bawa makanan ke sini,” katanya.
Pelanggan silih berganti datang ke sana. Mereka menikmati obrolan dengan topik tidak pernah serius, lebih banyak berakhir dengan candaan dan olok-olokan khas masyarakat kebanyakan.
Orang mengenalnya sebagai angkringan Wana Winulang lantaran dekat dengan taman Wana Winulang yang asri dan adem. Sambil bercanda, para pelanggan angkringan menyebutnya taman Wewe atau kalau diplesetkan Wewe kerap diartikan sebagai hantu.
Baca juga: Cerita di Balik Menu Soto Campur Minuman Saset Jeruk di Angkringan West, Rasanya Bagaimana?