Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mahfud MD Sebut Demokrasi Indonesia Mirip seperti Saat Nazisme dan Fasisme Lahir

Kompas.com - 22/05/2024, 17:44 WIB
Wijaya Kusuma,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

YOGYAKARTA,KOMPAS.com - Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD menyebut bahwa demokrasi Indonesia saat ini mirip dengan saat Nazisme dan Fasisme lahir. 

Hal tersebut disampaikan Mahfud saat menjadi pembicara kunci dalam peluncuran Pusat Studi Agama & Demokrasi Universitas Islam Indonesia (UII) di Gedung Sardjito Kampus Terpadu UII Jalan Kaliurang, Kabupaten Sleman.

"Tadi secara sekilas tetapi mendasar disampaikan oleh Bapak Rektor bahwa demokrasi kita ini ya sedang menghadapi cobaan, di persimpangan jalan," ujar Mahfud MD saat menjadi pembicara kunci peluncuran Pusat Studi Agama & Demokrasi UII, Rabu (22/05/2024).

Baca juga: KPU Jabar Sebut Tagline Pilkada Jabar 2024 Inisiatif Budaya-Demokrasi

Guru Besar Fakultas Hukum UII itu menyampaikan ada yang mengatakan demokrasi di Indonesia sekarang ini mirip dengan saat menjelang lahirnya Nazisme dan Fasisme. Dalam hal ini, sistem pemerintahan yang otoriter tetapi dibungkus oleh proses-proses demokratis.

Dijelaskan Mahfud MD, Nazisme lahir melalui proses pembenaran. Ada dewan rakyat yang memutuskan lalu memberi legitimasi kekuasaan yang tidak terbatas dan sebagainya.

"Nah kita mungkin sedang tidak seperti itu persis, tapi sedang menghadapi ancaman hal-hal seperti itu. Karena sekarang itu sekurangnya saya sering mengatakan sekarang ini proses-proses ketidakdemokrasian dalam perjalanan negara kita ini di tempuh melalui proses demokrasi," ucapnya.

Proses melanggar hukum di negara ini, lanjut Mahfud MD, dilakukan melalui pembuatan aturan hukum. Sehingga terjadi pergeseran dari the rule of law menjadi the rule by law.

"The rule of law itu kalau negara ingin ini, buatkan hukumnya agar penguasa itu terikat aturan hukum dan rakyat terikat juga. Tapi kalau penguasa yang menentukan sesuatu lalu menentukan hukumnya agar segala sesuatu itu bisa tercapai itu yang disebut the rule by law," urainya.

Mahfud kemudian mencontohkan terkait the rule by law. Misalnya, anaknya presiden ingin menguasai industri mobil nasional. Namun anak presiden tersebut tidak punya perusahaan mobil dan modal.

Lalu dibuatkan lah kebijakan secara koruptif aturan bahwa presiden diminta membuat aturan tentang industri mobil nasional.

"Dimasukan di GBHN, lalu setelah di GBHN dibuat aturan pelaksanaanya. Industri mobil nasional ini bebas pajak impor kandungan luar dan kandungan lokal. Sehingga bebas tanpa bayar apapun buat apa saja," ucapnya.

Mahfud MD mengungkapkan hal itu adalah positivist instrumentalistic atau sebuah keinginan yang dipositifkan sebagai instrumen sehingga menjadi benar.

Baca juga: Kementerian Baru Dikhawatirkan untuk Bagi-bagi Jabatan, Ini Kata Mahfud MD

"Itu melanggar aturan pak, nggak sudah benar. Sudah dibenarkan kok oleh MK, udah dibuat kok oleh DPR, sudah ada perpresnya kok, sudah ada PP nya kok. Nah itu proses yang lebih halus dari lahirnya Nazisme dan Fasisme," tuturnya.

Menurut Mahfud MD, UII dipanggil oleh sejarah untuk meluruskan. Sebab Universitas Islam Indonesia dulu didirikan sebagai anak kandung republik. Didirikan oleh Mohammad Hatta dan diresmikan oleh Soekarno, sebelum Indonesia merdeka.

"Maksudnya apa? Membuat sebuah negara yang berkeadaban, demokratis berkeadaban. Itulah sebabnya lalu Pak Rektor (UII) mempunyai gagasan bagus mendirikan Pusat Studi Agama dan Demokrasi," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

MTA di Gunungkidul Gelar Shalat Idul Adha Hari Ini, Penyembelihan Hewan Besok

MTA di Gunungkidul Gelar Shalat Idul Adha Hari Ini, Penyembelihan Hewan Besok

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Minggu 16 Juni 2024, dan Besok : Pagi Ini Cerah Berawan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Minggu 16 Juni 2024, dan Besok : Pagi Ini Cerah Berawan

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Minggu 16 Juni 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Minggu 16 Juni 2024, dan Besok : Siang Ini Berawan

Yogyakarta
Jelang Pilkada, Khatib di Gunungkidul Diimbau Tak Ceramah Politik Saat Shalat Idul Adha

Jelang Pilkada, Khatib di Gunungkidul Diimbau Tak Ceramah Politik Saat Shalat Idul Adha

Yogyakarta
Ada Normalisasi Tanjakan Clongop Gunungkidul, Pengendara Masih Bisa Melalui

Ada Normalisasi Tanjakan Clongop Gunungkidul, Pengendara Masih Bisa Melalui

Yogyakarta
Perayaan Hari Besar Sering Beda, Jemaah Aolia Idul Adha Bareng Pemerintah

Perayaan Hari Besar Sering Beda, Jemaah Aolia Idul Adha Bareng Pemerintah

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 15 Juni 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Sabtu 15 Juni 2024, dan Besok : Siang ini Hujan Ringan

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 15 Juni 2024, dan Besok : Malam ini Berawan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Sabtu 15 Juni 2024, dan Besok : Malam ini Berawan

Yogyakarta
PPDB Sleman, Ini Jumlah Kursi yang Tersedia

PPDB Sleman, Ini Jumlah Kursi yang Tersedia

Yogyakarta
Pilkada Sleman, Gerindra Klaim Koalisi dengan Empat Parpol

Pilkada Sleman, Gerindra Klaim Koalisi dengan Empat Parpol

Yogyakarta
Lurah di Kulon Progo yang Tersangkut Kasus Narkoba Dinonaktifkan, Camat Siapkan Pengganti

Lurah di Kulon Progo yang Tersangkut Kasus Narkoba Dinonaktifkan, Camat Siapkan Pengganti

Yogyakarta
Wabup Sleman Minta Distribusi Daging Kurban Pakai Kemasan Ramah Lingkungan

Wabup Sleman Minta Distribusi Daging Kurban Pakai Kemasan Ramah Lingkungan

Yogyakarta
Lurah di Kulon Progo Ditangkap Kasus Peredaran Sabu

Lurah di Kulon Progo Ditangkap Kasus Peredaran Sabu

Yogyakarta
Jokowi Beli 2 Sapi dari Karanganyar, Total Bobotnya Capai 1,6 Ton

Jokowi Beli 2 Sapi dari Karanganyar, Total Bobotnya Capai 1,6 Ton

Yogyakarta
Saat Judi Online Jadi Salah Satu Pemicu Perceraian di Sleman Yogyakarta...

Saat Judi Online Jadi Salah Satu Pemicu Perceraian di Sleman Yogyakarta...

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com