YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Tahun baru dan terompet selalu menjadi bagian tidak terpisahkan. Pandemi Covid-19 membuat, usaha terompet mengalami pasang surut.
Hal ini seperti yang dialami salah satu pembuatan terompet yakni Ruyanto, warga Kalurahan Karangrejek, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta.
Ruyanto mengaku sudah membuat terompet hampir 10 tahun. Dia telah membuat berbagai model terompet.
"Sudah sejak tahun 2014 saya membuat terompet," kata Ruyanto ditemui di rumahnya Selasa (2/1/2024).
Baca juga: Libur Nataru, Kunjungan Wisatawan di Lembang Naik 34 Persen
Saat masih ramai yakni dari tahun 2014 sampai 2018, belasan ribu terompet dibuat Ruyanto untuk warga yang merayakan malam pergantian tahun.
Saat pandemi Covid-19 tahun 2019, dia tak lagi membuat terompet. Dia kembali bangkit di tahun 2022 lalu.
"Beberapa bulan sebelum tahun baru sudah mulai membuat. (Sebelum pandemi) biasanya 5.000 sampai 15.000 (terompet berbagai jenis). Tahun kemarin sekitar 500, dan tahun ini 1200an," kata dia.
Ruyanto berharap tahun depan kondisi sudah mulai stabil, dan bisa membuat ribuan terompet lagi.
Diakuinya penurunan ini karena beberapa faktor. Selain covid-19, persaingan dengan pabrik dan pembuat terompet lokal juga mempengaruhi penurunan omsetnya.
Meski demikian, dirinya bersyukur tahun baru saat ini sudah mulai kembali. Masih ada sisa terompet yang tersimpan di rumahnya.
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya menjual mainan anak.
"Untuk terompet dijual tahun ini antara Rp 10.000 sampai Rp 40.000," kata dia.
Salah seorang warga Wonosari, Bayu mengaku saat pergantian tahun dirinya bersama keluarga di alun-alun pemkab Gunungkidul. Tentu saja, terompet juga bagian dari perayaan tahun barunya.
Anaknya membeli terompet tahun baru yang dijajakan pedagang.
"Ya membeli terompet kemarin, namanya juga anak-anak. Beli yang Rp 25.000," kata dia.