Kini, masyarakat Werur melihat potensi berkembang lebih luas lewat wisata dari peninggalan perang dunia kedua di sana.
Yunus berkata, ada kapal perang, pesawat, hingga tank di dasar laut.
“Juga ada tank-tank masih ada di hutan terpelihara dengan baik," kata Yunus.
Saat ini, masyarakat hukum adat Werur sedang melirik peninggalan zaman perang tersebut untuk dijadikan potensi wisata.
Selama ini, warga merasa potensi itu kurang perhatian sehingga dimanfaatkan perorangan dan belum ada aturannya.
Menurut Yunus, peninggalan zaman perang yang ada di bawah laut bisa dikemas menjadi wisata menarik dengan menyelam. Kemudian tank-tank peninggalan perang di hutan juga bisa jadi obyek menarik bagi wisatawan.
“Pengelolaan berbasis perang dunia kedua, kurang perhatian. Medan berat, karena harus ada akses untuk ke tempat itu,” kata Yunus.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI melihat MHA di kawasan pesisir dan pulau terpencil sebagai potensi pariwisata ke depan. Kemenparekraf terus menjajaki potensi desa wisata di seperti ini.
Reza Rahmana Kolaka, analis dari Direktorat Sumber Daya Manusia Kemenparekraf RI mengungkapkan, program wisata dikembangkan dengan mengembangkan kemitraan dengan banyak pihak, termasuk antar kementerian dan lembaga.
“Kami merencanakan berkolaborasi untuk mengembangkan dan bermitra dengan banyak pihak. Kami akan merangkul kolaborasi dengan semua pihak, termasuk kementerian lain,” kata Reza di forum yang sama.
Namun, pengembangan desa wisata perlu dukungan pemerintah setempat. Karena awalnya, desa wisata itu usulan desa ke pemerintah di daerah, lalu berlanjut hingga ke pusat.
Kemudian program bisa digelontorkan ke daerah. Misal, pengembangan homestay, pemanduan, bahkan cerita-cerita yang berkembang dan lestari dalam masyarakat itu sendiri potensi mengembangkan wisata.
Pemerintah memasukkan kearifan lokal dalam kebijakan publiknya. Fungsi utamanya adalah mengurangi gesekan dan menjadikan kearifan lokal sebagai warisan budaya yang harus dipertahankan.
“Kearifan lokal itu harus dijaga. Ini budaya, yang harus dipertahankan. Dalam praktek kelautan, misalnya. Pertanian ada subak di Bali, Papua ada sendiri. Ini warisan budaya. Kebijakan hampir di semua negara, kearifan lokal terintegrasi dalam public policy,” kata Roby Fadilah dari Direktorat Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN atau Bappenas, ditemui di forum yang sama.
Agar tercipta dampak pada isu MHA, maka kolaborasi antar lembaga sangat diperlukan.
Baca juga: Diduga Terkait Hak dalam Rumah Adat, 1 Orang Tewas Terbunuh di Ngada NTT
Sementara itu, Tantri Lisdiawati dari Direktorat Singkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Kemendagri, mengungkapkan, kementerian dalam negeri mencatat sejauh ini sudah ada sejumlah 41 MHA yang dikuatkan lewat Peraturan Daerah, 15 MHA melalui Peraturan Bupati dan surat ketetapan sebanyak 73 MHA.
Masih banyak MHA yang ada dan legalitas dari pemerintah di daerah. Dengan legalitas bantuan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat bisa didapat.
“Ketika ada ada dasar hukum legalitas, maka itu yang akan diperhatikan lebih dulu. Kebijakan untuk program kegiatan strategis, ketika ada bantuan sosial tidak bisa perorangan, untuk masyarakat wilayah pesisir harus ada hukumnya,” kata Tantri.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.