Salin Artikel

Belajar dari Masyarakat Hukum Adat Werur Mengelola Laut, Pariwisatanya Kini Dilirik Wisatawan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com –Masyarakat adat pesisir di Wenur Raya, Kabupaten Tambrauw, Provinsi Papua Barat Daya hidup, tinggal dan berkembang dengan aturan adatnya.

Aturan adat tentang bagaimana cara mengelola laut yang dijaga dan dilestarikan ini kini membuat pariwisata di sana berkembang.

“Awalnya, kami hidup masing-masing. Makan dan mengelola laut secara tradisional,” kata Ketua Dewan Adat Masyarakat Hukum Adat (MHA) Werur dari Distrik Bikar, Tambrauw, Yunus Rumansara di sebuah acara Forum Adat Nasional 2023 di Yogyakarta, Jumat (15/12/2023) lalu.

Pengakuan resmi pemerintah pada hukum adat sudah ada sejak 2019. Ini dimuat dalam Peraturan Bupati Tambrauw Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat (MHA) Werur di Distrik Bikar dalam Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Berbasis Hukum Adat Kabupaten Tambrauw.

Namun, masyarakat pesisir ini baru mengetahuinya 2021, ketika organisasi nirlaba datang dan memberi pencerahan potensi MHA di Werur.

Yunus berkata, sejak jadi desa adat perekonomian di desanya membaik. Adanya desa adat otomatis terbentuk dewan adat, perangkat adat, dan unit pelaksana yang membuat pemberdayaan masyarakat lebih terarah dan fokus.

“Baru 2021, dewan adat menjadi payung hukum,” kata Yunus.

Mengelola laut dengan hukum adat

Masyarakat Werur memanfaatkan potensi laut dan pesisir berbasis hukum adat. Di mana untuk mencari sumber daya laut, kapan panen, dan ukuran ikan yang boleh ditangkap semuanya diatur.

Aturan tersebut dibuat oleh dewan adat dan diterapkan masyarakat. 

Yunus berkata, orang dari luar desanya pun harus mematuhi aturan tersebut dan tidak bisa seenaknya mencari ikan di kawasan mereka.

“Aturan adat ini sangat dihargai, ditakuti. Sudah banyak kasus. Mereka yang melanggar sanksi ada yang sakit, ada yang sampai meninggal. Warga sangat menghargai. Ini potensi dan kita harus angkat itu. Mereka harus bangga apa yang dimiliki dan mau bekerja mandiri,” kata Manager Senior Bentang Laut Kepala Burung Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) Lukas Rumetna bercerita tentang bagaimana kearifan lokal yang dimiliki MHA efektif mengelola kawasan laut.

Hasilnya nyata. Manfaat aturan mengelola laut ini tak hanya baik untuk manusia tetapi juga alam.

Buktinya, ikan yang dianggap tidak pernah muncul selama puluhan tahun kembali eksis, kemudian penyu belimbing yang tidak pernah mampir bertelur kini mulai bertelur di pesisir Werur.

“Ibu-ibu dalam kelompok-kelompok membuat tas, minyak kelapa dll. Sebelumnya tidak ada,” kata Yunus.

“Banyak pelatihan, banyak kelompok merasakan hasil kelapa, pisang, keripik, kami jadi antusias,” sambung dia.

Kini, masyarakat Werur melihat potensi berkembang lebih luas lewat wisata dari peninggalan perang dunia kedua di sana.

Yunus berkata, ada kapal perang, pesawat, hingga tank di dasar laut.

“Juga ada tank-tank masih ada di hutan terpelihara dengan baik," kata Yunus.

Saat ini, masyarakat hukum adat Werur sedang melirik peninggalan zaman perang tersebut untuk dijadikan potensi wisata.

Selama ini, warga merasa potensi itu kurang perhatian sehingga dimanfaatkan perorangan dan belum ada aturannya.

Menurut Yunus, peninggalan zaman perang yang ada di bawah laut bisa dikemas menjadi wisata menarik dengan menyelam. Kemudian tank-tank peninggalan perang di hutan juga bisa jadi obyek menarik bagi wisatawan.

“Pengelolaan berbasis perang dunia kedua, kurang perhatian. Medan berat, karena harus ada akses untuk ke tempat itu,” kata Yunus.

Potensi Wisata

Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) RI melihat MHA di kawasan pesisir dan pulau terpencil sebagai potensi pariwisata ke depan. Kemenparekraf terus menjajaki potensi desa wisata di seperti ini.

Reza Rahmana Kolaka, analis dari Direktorat Sumber Daya Manusia Kemenparekraf RI mengungkapkan, program wisata dikembangkan dengan mengembangkan kemitraan dengan banyak pihak, termasuk antar kementerian dan lembaga.

“Kami merencanakan berkolaborasi untuk mengembangkan dan bermitra dengan banyak pihak. Kami akan merangkul kolaborasi dengan semua pihak, termasuk kementerian lain,” kata Reza di forum yang sama.

Namun, pengembangan desa wisata perlu dukungan pemerintah setempat. Karena awalnya, desa wisata itu usulan desa ke pemerintah di daerah, lalu berlanjut hingga ke pusat.

Kemudian program bisa digelontorkan ke daerah. Misal, pengembangan homestay, pemanduan, bahkan cerita-cerita yang berkembang dan lestari dalam masyarakat itu sendiri potensi mengembangkan wisata.

Pemerintah memasukkan kearifan lokal dalam kebijakan publiknya. Fungsi utamanya adalah mengurangi gesekan dan menjadikan kearifan lokal sebagai warisan budaya yang harus dipertahankan.

“Kearifan lokal itu harus dijaga. Ini budaya, yang harus dipertahankan. Dalam praktek kelautan, misalnya. Pertanian ada subak di Bali, Papua ada sendiri. Ini warisan budaya. Kebijakan hampir di semua negara, kearifan lokal terintegrasi dalam public policy,” kata Roby Fadilah dari Direktorat Kelautan dan Perikanan Kementerian PPN atau Bappenas, ditemui di forum yang sama.

Agar tercipta dampak pada isu MHA, maka kolaborasi antar lembaga sangat diperlukan.

Sementara itu, Tantri Lisdiawati dari Direktorat Singkronisasi Urusan Pemerintah Daerah Kemendagri, mengungkapkan, kementerian dalam negeri mencatat sejauh ini sudah ada sejumlah 41 MHA yang dikuatkan lewat Peraturan Daerah, 15 MHA melalui Peraturan Bupati dan surat ketetapan sebanyak 73 MHA.

Masih banyak MHA yang ada dan legalitas dari pemerintah di daerah. Dengan legalitas bantuan pemerintah untuk pemberdayaan masyarakat bisa didapat.

“Ketika ada ada dasar hukum legalitas, maka itu yang akan diperhatikan lebih dulu. Kebijakan untuk program kegiatan strategis, ketika ada bantuan sosial tidak bisa perorangan, untuk masyarakat wilayah pesisir harus ada hukumnya,” kata Tantri.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2023/12/16/164336178/belajar-dari-masyarakat-hukum-adat-werur-mengelola-laut-pariwisatanya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke