Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Teliti Lubang Misterius di Kulon Progo, Ahli Geologi UGM Temukan Tanah Bergerak Seluas 25 Hektar

Kompas.com - 25/08/2023, 20:39 WIB
Dani Julius Zebua,
Dita Angga Rusiana

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Para ahli menemukan sejumlah pergerakan tanah di Pedukuhan Popohan dan sekitarnya, pada Kalurahan Banjararum, Kapanewon Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Tanah bergerak itu ditandai dengan adanya jalan ambles, serta fasilitas publik dan rumah warga mengalami retak. Terdapat longsor pada bagian lereng yang curam. 

Fenomena ini terdeteksi saat penelitian lubang di halaman rumah Karyo Dimejo (70), Popohan. 

Baca juga: Penelitian UGM di Bawah Rumah Mbah Karyo, Potensi Longsor Dinilai Tinggi

Titik-titik tanah bergerak itu berada pada luas sekitar 25 hektar. Gerak tanah pada lereng curam tipe luncuran. Sementara di tanah landai, tanah bergerak secara perlahan atau tipe rayapan.

Gerakan tanah cenderung mengarah ke lembah sungai. Ini menjadikan daerah itu rawan longsor. 

“Daerah retak itu memiliki kerentanan (longsor) menengah sampai tinggi. Karena kondisi batuan lapuk, struktur dasar pasir, sehingga air mudah membuat erosi sehingga bisa mengganggu kestabilan lereng,” kata Pakar Geologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Wahyu Wilopo di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulon Progo, Kamis (24/8/2023).

Gerakan tanah menunjukkan daya dukung geologi sudah tidak mampu mendukung aktivitas manusia di atas permukaan, terutama permukiman.

Wahyu menyarankan perlunya tindakan untuk mengurangi risiko bencana. Seperti tidak lagi membangun di kawasan dengan kerentanan menengah dan tinggi. Namun, masih cocok untuk usaha perkebunan dan lahan ladang.  

“Daerah itu saya sarankan zero growth, tidak ada pembangunan,” katanya.

Idealnya, pemindahan permukiman dilakukan pada kawasan yang memiliki potensi rentan bencana. Namun memindahkan warga bukan perkara mudah karena dipengaruhi banyak hal. 

Apalagi banyak kasus pemindahan warga yang tidak berhasil. Karena itu, penelitian pun masih berlangsung sampai sekarang. 

“Banyak yang berhasil, banyak yang tidak berhasil. Memindahkan ke tempat lebih aman perlu memperhatikan faktor budaya ekonomi dan sebagainya. Akhirnya, karena pekerjaan di situ, dipindah jauh, dia akan kembali ke tempat sama. Itu sering terjadi seperti itu,” kata Wahyu.

Penelitian ini berawal dari kemunculan lubang di halaman rumah Mbah Karyo pada Desember 2022. Lubang itu semakin membesar dari waktu ke waktu hingga diameter 5 meter. 

Baca juga: Para Ahli Mulai Meneliti Lubang Raksasa di Banjararum Kulon Progo

Para ahli geologi UGM diterjunkan untuk meneliti lubang itu. Hasil kajian dari Laboratorium Geologi Tata Lingkungan, Departemen Teknik Geologi, Fakultas Teknik, UGM dipaparkan di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kulon Progo, Kamis (24/8/2023) kemarin.

Para ahli meneliti menggunakan survei georadar dan pengamatan lapangan. Penelitian lapangan berlangsung dua pekan lalu. 

Lubang ambles menunjukan gerakan tanah ke Timur. Lubang memiliki kedalaman 15-20 meter. Terdapat zona lemah atau rongga horisontal mengarah ke Timur, berada di bawah rumah. 

Sejumlah titik retak di sekeliling dusun turut dipetakan. Titik-titik tanah cenderung mengarah ke lembah sungai. Ini menjadikan daerah itu rawan longsor. 

“Tipe rayapan biasanya memang skala luas. Seperti di Banyumas bisa 50 - 100 hektar,” kata Wahyu.

Baca juga: Lubang Raksasa Muncul di Halaman Rumah yang Dihuni Lansia Sendirian di Kulon Progo

Walau demikian, wilayah Banjararum pada umumnya masih layak ditinggali dengan kewaspadaan tinggi. Bila terjadi pergerakan masif maka perlu dilakukan sejumlah langkah mitigasi untuk mengurangi dampak bencana.

“Monitoring dua kali musim hujan, atau setidaknya satu kali musim hujan. Kalau sudah baik maka kita maintain. Kalau parah, sudahlah, lebih baik mencari tempat yang jauh lebih aman,” kata Wahyu.

Sementara itu, Pelaksana Harian BPBD Kulon Progo, Joko Satyo Imam Nahrowi mengungkapkan, pihaknya terus bekerja sama dengan para ahli dalam memantau gerakan tanah. Kajian para ahli menjadi dasar tindakan yang dilakukan pemerintah ke depan.

“Saya kira mengkhawatirkan, tadi kan kawasan itu rawan pergerakan tanah baik longsor maupun patahannya. Tetap mengkhawatirkan. Tapi kami menunggu kajian berikutnya lagi dari UGM,” kata Joko.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Bau Sampah Tercium hingga Radius 1 Km, Warga Kampung Pengok Geruduk Kantor DLH Kota Yogyakarta

Yogyakarta
Sayangkan Larangan 'Study Tour' di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Sayangkan Larangan "Study Tour" di Sejumlah Daerah, PHRI Gunungkidul: Bisa Berdampak Luas

Yogyakarta
Beberapa Daerah Larang 'Study Tour', PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Beberapa Daerah Larang "Study Tour", PHRI DIY: Apa Bedanya dengan Kunker?

Yogyakarta
Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Pegawai K2 Gunungkidul Minta Diangkat Jadi ASN, Sudah Mengabdi dan Sebagian Akan Pensiun

Yogyakarta
Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Sumbu Filosofi Yogyakarta Miliki Potensi Bencana, Apa Saja?

Yogyakarta
 Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Mengenal Hewan Raja Kaya dan Maknanya dalam Kehidupan Masyarakat Jawa

Yogyakarta
Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Luncurkan Indonesia Heritage Agency, Nadiem: Jadikan Museum dan Cagar Budaya Tujuan Wisata Edukasi

Yogyakarta
Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Dipecat dan Tak Diberi Uang Layak, Pria di Kulon Progo Curi Rp 35 Juta Uang Kantor

Yogyakarta
Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Sleman Masih Kekurangan Ribuan Hewan Kurban untuk Idul Adha

Yogyakarta
Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Keluarga Jadi Korban Keracunan Massal di Gunungkidul, Adrian: Makan Mi dan Daging

Yogyakarta
Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Optimalisasi Pembenahan Museum dan Cagar Budaya Melalui Indonesia Heritage Agency

Yogyakarta
Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Diare Massal di Gunungkidul, 89 Warga Diduga Keracunan Makanan di Acara 1.000 Hari Orang Meninggal

Yogyakarta
Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta Siapkan Layanan Wisata Malam, Ini Jadwal dan Perinciannya...

Yogyakarta
Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Pelajar di Sleman Dipukuli Saat Berangkat Sekolah, Polisi Sebut Pelaku Sudah Ditangkap

Yogyakarta
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta Batal, Ini Alasannya

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com