Arsitektur ini membuat konstruksi atap teratas (brunjung atau gajah) dengan atap penanggap dipisahkan dengan konstruksi lambang gantung, yaitu atap limasan susun dua dengan atap bagian bawah digantungkan pada atap bagian atas dengan empat buah saka bentung.
Di bawah atap penanggap ditambahkan emper keliling empat sisi berbahan penutup atap berupa sirap asbes lei.
Di bagian atas terdapat pamidhangan yang disangga saka guru, dilengkapi dengan susunan balok tumpangsari.
Bentuk bangsal ini juga dicirikan dengan jumlah saka guru yang berjumlah enam, yang berdasarkan komponen inilah maka disebut “Tajumas” yang berarti timbangan emas.
Enam saka guru sebagai konstruksi penyangga atap memiliki ukuran tinggi 5,31 m, penampang 22 cm x 22 cm.
Adapun 14 saka penanggap berukuran tinggi 2,89 m, penampang 15 cm x 16 cm, serta 22 saka emper berukuran tinggi 2,07 m, penampang 12 cm x 15 cm.
Semua tiang di Bangsal Trajumas di cat hijau tanpa ornamen, serta memiliki umpak batu berornamen padma.
Adapun lantai Bangsal Trajumas menggunakan tegel bermotif berukuran 20 cm x 20 cm.
Permukaan lantai di bawah atap brunjung dan penanggap rata dalam satu bidang ( jerambah) dan lebih tinggi 30 cm dari lantai di bawah atap emper/penitih ( jogan) yang ditinggikan 12 cm dari permukaan halaman Sri Manganti.
Bangsal Trajumas sempat roboh akibat bencana gempa bumi 27 Mei 2006 silam.
Dilansir dari Kompas.com rekonstruksi bangsal ini baru dilakukan pada tahun 2009.
Dalam prosesnya, kegiatan rekonstruksi tidak mengalami banyak kesulitan karena Keraton sudah memiliki data-data yang cukup terkait rancang bangun Trajumas.
Ketika roboh, Keraton dibantu dengan arkeolog telah mencatat secara rinci bagian-bagian penting Trajumas.
Sumber:
jogjacagar.jogjaprov.go.id
nasional.kompas.com .
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.