YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga di sempadan Sungai Code menolak penertiban bangunan semipermanen yang didirikan untuk berdagang.
Dalam penertiban lokasi sempadan sungai, digunakan satu alat berat untuk meruntuhkan bangunan semipermanen yang didirikan di sepanjang sempadan Sungai Code, tepatnya di sekitar Kampung Karanganyar, Brontokusuman, Kemantren (Kecamatan) Mergangsan, Kota Yogyakarta.
Penertiban dengan menggunakan alat berat dimulai sejak pagi hingga siang hari, warga sekitar berkumpul untuk melihat langsung proses penertiban ini.
Baca juga: Bukti Cinta NKRI, Eks Napi Terorisme Tanam Pohon di Bantaran Sungai Bengawan Solo
Namun, ada satu warga yang menggunakan pengeras suara menolak penertiban yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak (BBWSO).
Warga yang menolak, Kristriwanto mengatakan, sebelum dilakukan penertiban oleh BBWSO warga pernah diundang untuk berdiskusi bersama terkait permasalahan ini, tepatnya pada tahun 2020 lalu.
"Saat datang kami diputarkan video diweden-wedeni (ditakut-takuti), kami menolak tapi nggak ditanggapi. Lalu, ada surat peringatan sampai tiga kali," ujar dia saat ditemui di lokasi, Rabu (28/9/2022).
Warga yang menolak tetap berusaha mempertahankan bangunan semipermanen dengan cara beraudiensi dengan Komisi C DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
"Nah, saat itu sudah tenang, kita lobi ke camat dan tetap berkegiatan gotong royong dan sebagainya," jelas dia.
Tak hanya audiensi dengan DPRD DIY, Kristriwanto juga sempat bertemu dengan anggota DPRD Kota Yogyakarta. Pada saat itu, anggota DPRD Kota Yogyakarta menanyakan kepemilikan tanah.
"Ada PUPK ya menanyakan soal tanah, nah kita belum tahu, akhirnya konfirmasi ke BBWSO. Tanggal 12 itu, itu kesepakatan tanggal 3, ternyata ini tanah negara. Saya heran ada kejahatan kemanusiaan luar biasa," ucapnya.
Ia menegaskan, dirinya dan rekan-rekan lainnya tidak menolak penertiban tetapi menolak penggusuran yang ia nilai semena-mena karena telah disetujui 3 poin musyawarah mufakat.
"Tiga poin itu pertama dibuat jalan inspeksi, ini kan sudah ada. Kedua, bersama-sama memelihara sungai, kita sepakat. Ketiga, diadakan penataan secara mesyawarah mufakat," jelas dia.
Total sebanyak 22 kepala keluarga (KK) yang terdampak dengan penertiban ini. Sebanyak 16 KK mata pencariannya berdagang di bangunan tersebut, 2 memiliki gerobak ronde dan angkringan, serta 2 KK merupakan tukang becak.
"Ke depan kami enggak tahu mungkin jadi pemulung, cari pasir, kita tetap perjuangkan, berembuk," kata dia.
Kepala Bidang Operasi dan Pemeliharaan BBWSO Antyarsa Ikana Dani mengatakan, bangunan semipermanen yang didirikan warga ini tidak mengantongi izin dan melanggar pemanfaatan atau penggunaan sempadan sungai.