KULON PROGO, KOMPAS.com – Lima "emak-emak" menangani ribuan roti bulat yang masih hangat di sebuah rumah di Bugel VII, Kalurahan Bugel, Kapanewon Panjatan, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Ada yang berperan membelah tengah roti dengan pisau bergerigi, ada yang mengoles mentega rasa manis vanila ataulah coklat, beberapa perempuan lain bertugas memasukkan tiap roti ke dalam plastik kemasan selebar 12 sentimeter.
Baca juga: Harga Telur Melonjak, Pelaku UMKM Kue di Banyumas: Makin Puyeng
Satu pekerja lain menyusun roti yang sudah dikemas itu ke dalam keranjang. Sementara, satu pekerja lain sibuk mengeluarkan loyang isi roti yang sudah matang dari oven kapasitas menampung 12 loyang dan memasukkan belasan loyang isi adonan jadi ke oven.
Mereka bekerja dari pagi hingga sore setiap hari.
"Sebelumnya, kami pernah bisa 4.000 - 5.000 bungkus roti per hari. Sekarang 3.500," kata Eli Rusadi (40), pemilik pabrik roti itu, Jumat (26/8/2022).
Rumah produksi Roti Pakde, begitu nama warga yang mengenalnya. Eli memproduksi roti ini setiap hari sejak 2017.
Harga roti murah meriah Rp 1.000 per bungkus sampai di tingkat konsumen. Roti memiliki varian isi mentega rasa vanila, rasa coklat dan blueberry.
Baca juga: Harga Telur Tinggi, Pengusaha Prediksi Tak Berlangsung Lama, Turun Setelah Pasokan Normal
Karena rasanya yang diterima warga, harga terjangkau, juga tidak seret ketika dimakan, produksinya jadi semakin mudah diterima warga.
Tidak hanya di pasar, tapi juga mudah ditemui di pedagang sayur keliling dari desa ke desa atau toko kelontong di jalanan.
Sejak bisa produksi massal, kini Roti Pakde sudah memiliki tujuh pekerja produksi dan beberapa sales. Totalnya ada 12 pekerja menggantungkan hidup dari usaha ini.
“Mereka semua warga di sekitar sini saja,” kata Eli.
Kenaikan harga bahan baku dirasa sejak Covid-19 melanda. Ongkos produksi sampai naik 100 persen. Eli menggambarkan bagaimana bahan baku naik, seperti tepung gandum sebelum pandemi dari Rp 145.000 per 25 kilogram menjadi Rp 260.000.
Mentega juga naik dari Rp 130.000 per karton isi 15 kilogram sebelum pandemi, sekarang Rp 260.000 per karton. Kini harga telur ikut menyusul turun dan naik. Bakan sekarang kenaikan harga telur hingga yang tertinggi yang pernah dirasakan, yakni Rp 30.000 per kg.
"Sebentar lagi ada rencana kenaikan bahan bakar minyak Pertalite. Gimana nanti nasib kami ini," kata Eli.
Baca juga: Harga Telur Ayam Ras di Tegal Tembus Rp 31.000 Per Kg
Eli mengaku kenaikan bahan baku menyulitkan usaha kecil seperti dirinya. Roti menurutnya tetap harus pakai telur agar semakin lembut, meningkatkan rasa dan mempengaruhi teksturnya. Dalam situasi kenaikan bahan baku, Eli mengaku harus pintar berstrategi.
Sampai sejauh ini, ia hanya mengurangi bahan baku telur agar masih bisa berjualan. Hal ini berlangsung sejak harga telur naik tinggi satu bulan belakangan ini.
“Mengurangi separuh kebutuhan telur,” kata Eli.
Strategi lain adalah mengurangi ukuran roti, dari semula 40 gram per butir menjadi 30 gram per butir. Dengan begitu, roti tadinya muat dibungkus 13 sentimeter menjadi roti dalam kemasan plastik ukuran 12 sentimeter.
"Dari sisi bahan baku, hanya telur yang dikurangi. Selebihnya hanya menyiasati berat roti. Rasa memang jadi berkurang tapi tidak signifikan, kalau dikurangi setengah kilo,” kata Eli.
Banyak cara untuk menyesuaikan diri dalam situasi seperti ini. Baik itu godaan menaikkan harga atau bahkan tidak pakai telur sama sekali, hingga mengurangi bahan baku. Eli mengaku tidak memilih langkah itu.
“Bahkan ada teman (produsen) malah tidak pakai telur sama sekali untuk rotinya. Kalau tidak pakai telur sama sekali, ya terasa sekali bedanya,” kata Eli.
"(Bila harga dinaikkan) marketing saya sulit menjual bila harga dinaikkan," kata Eli.
Ia pun tetap menjual roti dengan harga Rp 1.000 per bungkus di tingkat konsumen. Ia berharap bisnis ini terus berjalan di situasi sulit seperti sekarang. Pasalnya, banyak orang di usaha rumahannya itu menggantungkan hidup dari usaha ini.
Eli mengharapkan, pemerintah bisa segera menurunkan harga bahan baku dan menstabilkan harga. Dengan demikian, usaha kecil seperti dirinya bisa bertahan bahkan semakin berkembang.
Sementara, sudah banyak usaha serupa gulung tikar karena beratnya usaha di tengah harga bahan baku naik terus.
“Sebagai produsen roti manis, maka kami minta tolong secepatnya diturunkan harga bahan baku ini. Kalau dibiarkan terus naik, bisa saja gulung tikar. Apalagi pertalite dan solar kalau benar naik nanti,” kata Eli.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.