YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah peserta didik di SMP Muhammadiyah Banguntapan, Kabupaten Bantul mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan. Sejumlah peserta didik tidak diperbolehkan mengikuti ujian akhir semester karena belum membayar uang masuk.
Salah satu orang tua murid Risyanto (42) asal Banguntapan mengungkapkan anaknya yang duduk di kelas 7 tidak diperbolehkan untuk mengikuti simulasi ujian karena belum membayar uang masuk sekolah.
"Senin itu harusnya simulasi tetapi anak saya tidak boleh ikut. Pada hari Selasa (7/6/2022) ujian dimulai, berhubung anak saya sudah matur (berbicara) dengan bagian keuangan tetap enggak boleh, ya sudah pulang saja," kata Risyanto ditemui di SMP Muhammadiyah, Banguntapan, Jumat (10/6/2022).
Baca juga: Siswa SD Tewas Diduga Dianiaya 6 Teman Sekelasnya, Orangtua Korban Mengaku Diancam Kepala Sekolah
Dia menyayangkan sikap dari pihak sekolah karena tidak memperbolehkan anaknya untuk mengikuti ujian karena kurang membayar uang masuk sekolah.
"Saya akui saya kurang masalah biaya, bisa dikomunikasikan, dan hari ini saya bayar sebagian," ujarnya.
Dia mengatakan bahwa hal ini tidak hanya dialami oleh anaknya saja. Menurutnya ada peserta didik lainnya yang juga mengalami hal serupa.
Dia mengatakan beberapa anak tersebut juga enggan masuk sekolah untuk mengikuti ujian.
"Anaknya belum mau masih takut. Karena ada anak suruh mengerjakan di luar," katanya.
Risyanto menambahkan nama-nama anak yang belum membayar disampaikan di WhatsApp (WA) grup yang isinya orangtua atau wali murid.
"Di grup WA itu ada nama-namanya siapa saja kurangnya berapa. Kemarin saya protes ke kepala sekolah. Itu grup wali murid orangtua agak down juga. Sampai saat ini enggak ikut ujian akhir," katanya.
Dia mengatakan biaya uang masuk sekolah sudah diberikan rinciannya oleh pihak sekolah. Tetapi pada rincian itu dirinya tidak menemukan adanya dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) atau BOS daerah (Bosda).
"Ada pertanyaan lagi di dalam rincian pembiayaan satu tahun itu enggak ada rincian dana BOS dan Bosdanya. Kami merasa berat dengan rincian Rp 4.000.000 lebih. Saya merasa kok BOSnya enggak ada, wali murid yang lain juga sama saja," kata dia.
Anaknya dibebani uang masuk sekolah sebesar Rp 1.800.000. Dari jumlah tersebut dia telah membayar sebesar Rp 1.000.000, sehingga kekurangannya tinggal Rp 800.000.
"Tagihan pertama Rp 3.000.000 tapi ada ralat jadi Rp 1.800.000. Sudah saya bayar Rp 1.000.000, karena masih takut anak saya belum mau masuk sekolah," ucapnya.
Risyanto sudah mengadukan hal ini ke Dinas Pendidikan Kabupayen Bantul tetapi belum ada tindak lanjut. Dia pun akhirnya melaporkan ke Ombudsman Republik Indonesia (RI).