Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nasir Abbas Sosialisasi Kontra Radikalisme di Kulon Progo: Jangan Klitih, Jangan Tawuran, Ini Incaran Rekrutmen

Kompas.com - 21/04/2022, 15:43 WIB
Dani Julius Zebua,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

KULON PROGO, KOMPAS.com – Masyarakat Indonesia mengenal Muhammad Nasir sebagai Nasir Abbas. Pria berdarah Melayu kelahiran Singapura ini dulunya pernah terlibat dalam jaringan terorisme.

Setelah bertobat, Nasir menjadi narasumber dan pembicara di layar kaca maupun berbagai forum untuk mengusung kontra radikalisme dan deradikalisasi, terutama di negeri ini.

Nasir Abbas hadir ke Pondok Pesantren Al Ghifari di Kalurahan Sidorejo, Kapanewon Lendah, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, Rabu (20/4/2022) siang. Ia berbicara tentang benteng generasi muda melawan paham radikalisme.

Baca juga: Beda Kelompok Teroris Dulu dan Sekarang Menurut Nasir Abbas

Dalam ceramahnya, ia menyampaikan bagaimana anak-anak yang terbiasa dengan kekerasan dan menyukai kerusakan menjadi incaran kelompok radikal.

Kekerasan di jalanan, seperti tawuran, klitih, hingga bullying, dinilai sebagai sikap yang membentuk anak untuk menyakiti orang lain. Mereka menjadi incaran orang yang punya niat untuk direkrut jadi bagian radikalisme.

Tawuran jangan dibiasakan. Tawuran membentuk diri kita untuk menyakiti orang lain. Klitih jangan dibiasakan. Membuli teman, menyakiti teman jangan. Mereka yang terbiasa menyakiti orang lain akan diincar oleh orang yang punya niat. Wah ini bagus, dia berani. Dia direkrut. Ini bahaya,” kata Nasir dalam salah satu paparannya di ponpes, sebagaimana dalam rilis berita yang dikirim Humas Polres Kulon Progo, Kamis (21/4/2022).

“Awalnya biasa menyakiti sesama. Nanti berikutnya mulailah melawan pemerintah,” kata Nasir kemudian.

Pengetahuan dan kekayaan akan ilmu bisa menjadi benteng. Pelajar harus membekali diri dengan banyak pengetahuan, sekolah yang tinggi, menolak ajakan berhenti sekolah dengan alasan bukan ilmu agama, hingga haus ilmu pengetahuan.

Ilmu dan pengetahuan membebaskan orang dari berbagai pengaruh dan kesesatan. Ia tidak mudah menganggap paham di luar dirinya adalah salah dan harus dimusnahkan. Dengan pengetahuan, orang semakin bijaksana dalam mempertimbangan sesuatu.

Baca juga: Tolak Radikalisme dan Terorisme, BNPT dan Muhammadiyah Sepakat Perkuat Moderasi Beragama

"(Dulu) saya membatasi ilmu maka saya kurang ilmu. Kurang ilmu maka jadi ikut sana ikut sini," kata Nasir. "Jangan ikut tanpa (punya) pengetahuan. Jangan cukup satu pengetahuan," imbuhnya.

Nasir menceritakan masa muda dahulu. Paham radikalisme sebenarnya telah merasuk hingga ke generasi anak-anak sejak lama.

Nasir mengenal paham itu mulai usia 16 tahun. Ia sampai berani memilih berhenti sekolah, meski baru setingkat SMP. Nasir muda belajar agama saja dan mulai berani menegur maupun menghujat ibadah sesama Muslim bila dianggapnya salah.

Ia mudah terpesona oleh sosok berkharisma dan tidak menyaring informasi didapat karena tidak kaya wawasan dan pengetahuan.

Nasir tumbuh dengan pemahaman radikalisme yang memiliki keinginan mengubah tatanan sosial politik secara drastis. Itu berarti bisa lewat jalan kekerasan.

Ia sampai belajar di Afghanistan hingga jadi pemimpin gerakan terorisme untuk kawasan Timur Asia. Ia bahkan menjadi buronan berbagai negara.

Baca juga: Nasir Abbas: Ada Dermawan yang Danai WNI untuk Bergabung di ISIS

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Komplotan Pencuri di Yogyakarta Ditangkap, Sehari Ganjal 10 Mesin ATM, Uang Rp 150 Juta Disikat

Komplotan Pencuri di Yogyakarta Ditangkap, Sehari Ganjal 10 Mesin ATM, Uang Rp 150 Juta Disikat

Yogyakarta
Jelang Desentralisasi Sampah, Pj Wali Kota: Pembangunan TPST 3R Karangmiri Mundur

Jelang Desentralisasi Sampah, Pj Wali Kota: Pembangunan TPST 3R Karangmiri Mundur

Yogyakarta
Tak Mau 'Snack Lelayu' Terulang Saat Pilkada, Ketua KPU DIY Minta Lebih Teliti

Tak Mau "Snack Lelayu" Terulang Saat Pilkada, Ketua KPU DIY Minta Lebih Teliti

Yogyakarta
Terdapat 3 Sengketa Pemilu, Penetapan Anggota Legislatif di DIY Terancam Mundur

Terdapat 3 Sengketa Pemilu, Penetapan Anggota Legislatif di DIY Terancam Mundur

Yogyakarta
Muncul dalam Penjaringan PDI Perjuangan, Soimah Tidak Bersedia Maju Pilkada

Muncul dalam Penjaringan PDI Perjuangan, Soimah Tidak Bersedia Maju Pilkada

Yogyakarta
Lansia di Kulon Progo Dibacok Residivis yang Cemburu Buta

Lansia di Kulon Progo Dibacok Residivis yang Cemburu Buta

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca Solo Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Ringan

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Prakiraan Cuaca Yogyakarta Hari Ini Jumat 26 April 2024, dan Besok : Siang Hujan Sedang

Yogyakarta
Pelihara Buaya dari Sekecil Tokek Kini 2 Meter, Pemilik Ngeri dan Serahkan ke BKSDA Yogyakarta

Pelihara Buaya dari Sekecil Tokek Kini 2 Meter, Pemilik Ngeri dan Serahkan ke BKSDA Yogyakarta

Yogyakarta
Saat Bansos Jelang Pilkada Jadi Perhatian Khusus KPU DIY...

Saat Bansos Jelang Pilkada Jadi Perhatian Khusus KPU DIY...

Yogyakarta
Pembebasan Lahan di IKN, AHY: Tidak Boleh Asal Gusur

Pembebasan Lahan di IKN, AHY: Tidak Boleh Asal Gusur

Yogyakarta
Soal Gugatan 'Snack Lelayu', KPU Sleman: No Comment, Kami Sampaikan pada Waktu yang Tepat

Soal Gugatan "Snack Lelayu", KPU Sleman: No Comment, Kami Sampaikan pada Waktu yang Tepat

Yogyakarta
Soal Posisi PDI-P Pasca-Pilpres 2024, Ganjar: Rasanya Iya, di Luar Pemerintahan

Soal Posisi PDI-P Pasca-Pilpres 2024, Ganjar: Rasanya Iya, di Luar Pemerintahan

Yogyakarta
Besok BPBD DIY Gelar Simulasi Gempa, Masyarakat Diminta Tidak Kaget

Besok BPBD DIY Gelar Simulasi Gempa, Masyarakat Diminta Tidak Kaget

Yogyakarta
Ganjar Pastikan Siap Turun untuk Pemenangan PDI-P pada Pilkada 2024

Ganjar Pastikan Siap Turun untuk Pemenangan PDI-P pada Pilkada 2024

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com