YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Konflik antara monyet ekor panjang dengan manusia terjadi di sembilan dari 18 kapanewon (kecamatan) di Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kesembilan kapanewon ini adalah Purwosari, Panggang, Saptosari, Tanjungsari, Tepus, Girisubo, Paliyan, Semin, dan Ponjong. Seluruh daerah itu berada di sisi selatan Gunungkidul.
"Kebetulan habitat monyet ekor panjang berada di 9 kapanewon ini," kata Koordinator Pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (POPT), DPP Gunungkidul, Jayadi saat dihubungi wartawan pada Minggu (10/4/2022).
Baca juga: Dinas Pertanian Gunungkidul Sering Terima Laporan Konflik Petani dan Monyet Ekor Panjang
Jayadi mengatakan, upaya penaganan monyet ekor panjang tergolong sulit karena berstatus dilindungi selama berada di habitatnya.
Di sisi lain populasinya terus meningkat dan tidak sebanding dengan upaya penangkapan beberapa waktu lalu.
Namun dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) tidak merekomendasikan untuk penangkapan.
"Paling masuk akal sebenarnya pengurangan populasi, namun dari BKSDA tidak merekomendasikan. Sejauh ini petani hanya bisa menghalau," kata Jayadi.
Jayadi mengklaim dairi informasi POPT Tepus kerusakan masih tergolong wajar belum masif.
Baca juga: Kata Dosen UGM soal Rencana Ekspor 1.500 Monyet Ekor Panjang untuk Keperluan Biomedis
Sebelumnya, Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Rismiyadi mengatakan, pergerakan monyet ekor panjang saat ini terkesan masif dan upaya pengendaliannya juga terbatas.
"BKSDA tidak menganjurkan cara represif sehingga yang bisa kami lakukan sekedar menghalau," kata Rismiyadi.
Dikatakannya upaya menghalau dengan menakuti atau mengusir merupakan upaya jangka pendek.
Jangka menengah dengan penangkapan dari suku Baduy sedang dikonsultasikan kepada pihak terkait.
"Kalau jangka panjangnya sedang disiapkan program penanaman buah di beberapa lokasi," kata dia.
Baca juga: Sebanyak 1.500 Monyet Ekor Panjang Diusulkan Diekspor Untuk Kepentingan Biomedis
Salah satu wilayah terdampak Monyet ekor panjang dialami lahan pertanian di Padukuhan Gesing, kawanan monyet merusak lahan palawija hingga buah-buahan, mereka harus rela berjaga setiap hari.
"Setiap hari kami berjaga seperti ini karena jika tidak ditunggu habis lahan pertanian kami," kata salah seorang warga Marsito kepada wartawan Selasa (29/3/2022)
Berbekal senapan angin yang dimanfaatkan suaranya, dan membunyikan ledakan dari meriam bambu.
Namun demikian, saat warga beristirahat kawanan monyet kembali menyerang mengambil tanaman buah atau palawija milik warga.
Baca juga: 40 Monyet Ekor Panjang dan 4 Ular Piton Dilepasliarkan di Pulau Nusabarong
Warga sepakat untuk berjaga di sepanjang jalan yang tak jauh dari ladang mereka secara bergiliran.
"Serangan monyet sudah sejak 2018 lalu, namun paling parah tahun ini, serangannya masif sekali," kata Marsito.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.