Berada di lembah membuat keunikan tersendiri, karena untuk menikmati teriknya matahari berbeda dengan wilayah lainnya.
"Sinar matahari di sini agak terlambat, ibaratnya di lain dusun setengah 7 atau jam 7 pagi sudah kena sinar matahari. Nah, kalau di sini belum, baru kena sinar matahari sekitar jam 8, setengah 9 pagi," kata Robby
"Kalau sore di sekitar jam setengah 5 sudah mulai gelap. Karena terhalang oleh gunung-gunung di samping dusun," kata dia.
Memang ketika Kompas.com di sana sekitar pukul 16.16 WIB meski cuaca cerah, namun sama seperti wilayah kota Wonosari, pukul 17.00 WIB sudah agak gelap.
Baca juga: 47 Warga Positif Covid-19, Padukuhan Klaster Hajatan di Gunungkidul Lockdown
Berada di lembah pegunungan karst membuat beberapa keterbatasan warga Padukuhan Wotawati.
"Di sini memanfaatkan air hujan. Sebenarnya ada 4 sumur dengan kedalaman 4-5 meter. Tapi kalau ngebor lagi di titik lain jarang ada yang keluar airnya," ucap Robby.
"Pernah coba mengebor sumur ternyata di bawah itu kayak ada aliran, cuma airnya tidak bisa dinaikkan," kata dia
Setiap musim kemarau, mereka membeli air bersih dari tangki swasta dengan harga Rp 130.000 per 5.000 liter air bersih.
Rata-rata setiap keluarga menghabiskan 4 sampai 5 tangki per musim kemarau.
"Sebenarnya untuk PDAM ada 21 titik, tapi dari 21 itu ada 15 titik bermasalah dan tidak kunjung diperbaiki. Jadi selama 3 bulan ini kita bayar beban terus, padahal sama sekali tidam menikmati air PDAM," ucap dia.
Baca juga: Puluhan Orang di Satu Padukuhan di Bantul Positif Covid-19
Robby mengatakan selain air, sinyal televisi hingga provider cukup sulit.
"Kalau untuk sinyal ya agak susah karena terhalang gunung-gunung itu. Apalagi saat hujan deras," kata dia
"Untuk TV ya harus pakai parabola karena kalau pakai antena biasa tidak bisa," kata Robby.
Salah seorang warga, Sugito (60) mengakui untuk akses infrastruktur masuk di wilayah Wotawati hanya bisa dilalui satu jalan, dan akses masih berupa corblok yang dibangun sejak 1989.
Untuk akses jalan lain yang melalui Telaga suling juga sulit dilalui, dan pihaknya berharap ada pembangunan jalan.
"Belum pernah diaspal. Tahun 1989 mulai corblok secara bertahap," kata Sugito.
Baca juga: Kisah Padukuhan Gadungsari Bangkit Setelah Jadi Klaster Pertama Corona di Gunungkidul
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.