Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perajin Tahu Gunungkidul: Tahu Lebih Baik Dibuat dari Kedelai Lokal, tetapi...

Kompas.com, 21 Februari 2022, 13:36 WIB
Markus Yuwono,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Aktivitas pembuatan tahu di Padukuhan Sumbermulyo, Kalurahan Kepek, Kapanewon Wonosari, Gunungkidul, DI Yogyakarta, berproduksi seperti biasanya.

Tak seperti para perajin tahu di wilayah lain, Gunungkidul sempat berhenti produksi untuk menstabilkan harga 11 Februari sampai 13 Februari 2022 lalu.

"Sudah pekan lalu kita berhenti produksi untuk menyeragamkan harga selama 3 hari," kata salah satu perajin tahu Padukuhan Sumbermulyo, Nanang Santoso saat ditemui Kompas.com di sela produksi, Senin (21/2/2022).

Baca juga: Perajin Tahu Tempe di Tasikmalaya Sepakat Mogok Produksi Selama 3 Hari

Dijelaskannya, harga tahu perajin di Padukuhan Sumbermulyo dinaikkan. Tahu rebus sebelumnya Rp 33.000 menjadi Rp 38.000 per cetakan,

Untuk harga tahu Magel atau setengah matang Rp38.000 sampai Rp45.000 per cetakan, dan untuk tahu pong dari Rp 43.000 naik Rp 53.000 per cetakan.

"Harga mulai naik sejak 15 Februari 2022 lalu. Harga ini sesuai kesepakatan bersama," kata dia.

Nanang mengakui produksinya terus menurun sejak pandemi 2020 lalu, semakin parah ketika harga kedelai mulai naik, dan beberapa pekan lalu minyak mulai langka di pasaran.

"Kalau kedelai itu banyak, tetapi harganya naik terus, belum lagi minyak goreng sulit," kata Nanang.

"Saya mengurangi produksi sekitar 50 persen dibandingkan saat normal," kata dia.

Baca juga: Harga Kedelai Mahal, Perajin Tahu Tempe Bakal Naikin Harga

Minyak goreng ini juga berpengaruh terhadap pembelian karena sebagian besar merupakan penjual gorengan, karena mereka tergantung minyak goreng.

Sebagian dari pelanggannya memilih mengurangi, bahkan tidak berjualan karena sulitnya dan mahalnya minyak goreng di pasaran.

Disinggung kedelai, Nanang mengakui saat ini untuk kedelai cukup banyak dipasaran tetapi memang harganya naik cukup signifikan.

"Yang paling utama berkaitan dengan kedelai dan minyak goreng," kata dia.

"Sebenarnya kedelai lokal itu lebih baik dari pada yang impor tetapi sekarang sulit didapatkan," kata Nanang.

Hal serupa dikatakan Agung Gunawan pengrajin lainnya. Diakuinya, sebenarnya kedelai lokal lebih baik, karena tahu lebih gurih dan lebih padat.

Baca juga: Tahu Tempe Menghilang di Pasar, Ibu-ibu Kebingungan

Perajin Tahu di Padukuhan Sumbermulyo, Kalurahan Kepek, GunungkidulKOMPAS.COM/MARKUS YUWONO Perajin Tahu di Padukuhan Sumbermulyo, Kalurahan Kepek, Gunungkidul

"Tahu tidak mudah rusak. Sari patinya lebih kental, dan lebih gurih," ucap Agung.

"Kedelai impor itu bijinya gede-gede tetapi kan rasanya sebenarnya kurang. Kalau dianalogikan ayam negeri dan ayam kampung itu kan dagingnya lebih enak yang kampung," kata dia.

Agung mengatakan, untuk kedelai lokal terakhir digunakan untuk bahan campuran kedelai impor 5 bulan lalu.

"Untuk harga waktu itu kedelai lokal Rp 10.000 dan kedelai impor dari Amerika masih Rp 8.000 per kilogramnya," kata dia.

Namun demikian untuk lokal perlu pembersihan ekstra karena kurang bersih dan sering bercampur kotoran.

"Kedelai lokal itukan yang biasa digunakan untuk benih petani, jadi kualitasnya baik," kata Agung.

Baca juga: Minta Produsen Tahu Tempe Tidak Mogok Produksi, Disperindag Kota Bekasi: Ukuran Bisa Dimodifikasi

Dikatakannya, untuk kedelai impor saat ini Rp 10.950 - Rp 11.000 per kilogramnya, tergantung merek dagangnya. Sementara saat normal harganya sekitar Rp 9.000 per kilogramnya.

Diakui Agung, saat ini pihaknya mengurangi produksi karena harga kedelai yang melambung, dan juga harga minyak goreng yang cenderung naik. Harga minyak goreng curah saat ini Rp 18.200 per kilogramnya.

Selain harga naik juga dipengaruhi pandemi karena pedagang gorengan juga mengurangi produksinya.

"Biasanya saya itu giling 2,5 kuintal jadi 1,5 kuintal kedelai, hampir 50 persen," kata dia.

Baca juga: Saat Para Perajin Tahu Tempe Mogok Produksi karena Harga Kedelai Naik...

Produksi kedelai di Gunungkidul

Sekretaris Dinas Pertanian dan Pangan Raharjo Yuwono mengakui, minat petani lokal untuk menanam kedelai lokal lebih rendah.

"Dinas sudah mengimbau untuk menanam kedelai, tetapi masih rendah minat petani untuk menanam kedelai," kata Raharjo.

Dijelaskannya beberapa alasan petani untuk enggan menanam kedelai karena ketersediaan benih, juga untuk menanam dibutuhkan perawatan yang ekstra karena banyak hama.

"Petani itu memilih menanam jagung dan kacang tanah, harganya jauh lebih mahal. 1 hektar bisa 3 ton basah (kacang) bisa dapat Rp 25 juta, kedelai sekitar Rp 10 juta," kata Raharjo.

Adapun untuk kedelai tahun 2021 sebesar 4.394 ton, yang diproduksi hampir sebagian besar wilayah Gunungkidul terutama kawasan utara dan tengah.

Baca juga: Mulai Hari Ini Perajin Tahu Tempe Mogok Produksi, Apa Tuntutannya?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau