Setelah itu, Slamet Riyadi berhasil menggalang para pemuda, menghimpun kekuatan pejuang dari pemuda-pemuda terlatih eks PETA/Heiho/Kaigun.
Ia juga merekrutnya dalam kekuatan setingkat batalyon, yang dipersiapkan untuk mempelopori perebutan kekuasaan politik dan militer di kota Solo dari tangan Jepang.
Slamet Riyadi kemudian diangkat sebagai Komandan Batalyon Resimen I Divisi X.
Sejak saat itu, Slamet Riyadi semakin banyak terlibat dalam usaha merebut kemerdekaan.
Saat, Belanda menjajah Indonesia kembali, Slamet Riyadi diberi kepercayaan memimpin Batalyon XIV dan membuahkan hasil.
Batalyon XIV merupakan kesatuan militer Indonesia yang sangat aktif melakukan serangan gerilya terhadap militer Belanda.
Setelah palagan perang kemerdekaan II, Slamet Riyadi mendapatkan kenaikan pangkat menjadi Letnan Kolonel dengan jabatan baru sebagai Komandan Wehrkreise I (Panembahan Senopati) yang meliputi daerah gerilya Karesidenan Surakarta, yang berada di bawah komando Gubernur Militer II pada Divisi II, Kolonel Gatot Subroto.
Dalam perang kemerdekaan II, Letkol Slamet Riyadi menggempur anggota Overste (setingkat Letnan Kolonel) Van Ohl.
Baca juga: PPKM Darurat, Jalan Slamet Riyadi Solo Ditutup Total
Puncak perang terjadi ketika Letkol Slamet Riyadi mengambil prakarsa mengadakan "Serangan Umum Surakarta" yang dimulai 7 Agustus 1949, berlangsung selama 4 hari 4 malam.
Dalam pertempuran tersebut 6 orang militer Indonesia gugur, 109 rumah penduduk porak poranda, dan 205 penduduk meninggal.
Di sisi lain, pasukan Slamet Riyadi berhasil menewaskan 7 orang dan menawan 3 orang tentara Belanda.
Setelah terjadi gencatan senjata, kota Solo diserahkan Belanda kembali ke pangkuan Republik Indonesia. Letkol Slamet Riyadi menjadi perwakilan Republik Indonesia.
Pada 10 Juli 1950, Letkol Slamet Riyadi ditugaskan untuk menumpas pemberontakan Kapten Abdul Aziz di Makassar dan Republik Maluku Selatan (RMS) yang dipelopori Dr Soumokil dan kawan-kawan.
Pada 4 November 1950, ketika ia sedang berusaha menumpas pemberontakan RMS di gerbang benteng Victoria, Ambon, pasukan Slamet Riyadi berjumpa dengan segerombolan pasukan yang bersembunyi di benteng tersebut dengan mengibarkan bendera Merah Putih.
Melihat bendera tersebut, Slamet Riyadi memerintahkan pasukan menghentikan penyerangan karena ia yakin bahwa mereka adalah tentara Siliwangi.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.