Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 16/03/2021, 12:52 WIB
Rachmawati

Editor

KOMPAS.com - Alkisah, saat wabah menyerang Yogyakarta pada 1931, sultan memerintahkan warganya untuk memasak sayur lodeh dan berdiam diri di rumah selama 49 hari. Lalu wabah berakhir.

Tidak ada yang istimewa dari sayur lodeh, segala tentangnya sederhana malah. Sayur berkuah ini terbuat dari tujuh bahan utama dan siraman santan yang sedikit pedas.

Ahli gizi yang mempelajari hidangan ini mengatakan ada manfaat kesehatan dari bahan-bahan tambahannya, seperti lengkuas, yang dianggap mengandung kualitas anti-inflamasi.

Hidangan yang terbuat dari bahan-bahan musiman yang mudah didapat ini juga sangat cocok untuk masa karantina, kata mereka.

Baca juga: Resep Sayur Lodeh Tempe, Masakan Kuah Santan ala Rumahan

Namun yang terpenting dari titah sultan untuk memasak sayur lodeh saat itu adalah pesannya tentang solidaritas sosial. Seluruh kota, memasak makanan yang sama di saat bersamaan, menciptakan rasa kebersamaan yang kuat.

"Seperti banyak hal dalam kepercayaan Jawa, tujuannya adalah untuk menolak bala," ujar Revianto Budi Santoso, seorang arsitek, dosen, dan sejarawan Jawa.

"Menghindari hal-hal yang tidak menyenangkan lebih utama ketimbang mencapai sesuatu sendirian. Orang Jawa berpikir, jika tidak ada rintangan, hidup akan menjaga dirinya sendiri."

Secara keseluruhan, hidangan Jawa kaya akan simbolisme. Nasi tumpeng, misalnya, yang terdiri dari campuran daging dan sayuran dengan mahkota nasi kuning berbentuk kerucut, mencerminkan tatanan dunia di bawah Sang Kuasa.

Baca juga: Cara Masak Lodeh Terong, Makan Siang yang Praktis

Nasi kuning sendiri dianggap membawa berkah bagi rumah dan bisnis baru.

Sementara jamu, dalam manuskrip kuno ditulis sebagai 'jampi' atau 'usodho' adalah ramuan untuk kesehatan.

Sayur lodeh, secara linguistik dan numerologis, memperkuat simbolisme ini. Tujuh bahan utama yang ditambahkan ke kuah santan — melinjo, daun melinjo, labu siam, kacang panjang, terong, nangka, dan tempe — memiliki makna simbolis yang diturunkan dari suku katanya.

Dalam bahasa Jawa, kata wungu dari terong wungu berarti berwarna ungu, tapi juga bisa berarti 'terbangun'; sementara lanjar dari kacang lanjar (atau kacang panjang) bisa dimaknai sebagai 'berkah'.

Baca juga: Sempat Viral! Ini Penjelasan Ahli Gizi UGM Manfaat Sayur Lodeh 7 Warna

Sayur lodeh tujuh rupa itu terdiri dari kluwih, terung, kulit melinjo, waluh, daun so, tempe, dan cang gleyor bagi masyarakat Jawa memang sudah menjadi kepercayaan untuk tolak bala wabahArik Rahmadani Sayur lodeh tujuh rupa itu terdiri dari kluwih, terung, kulit melinjo, waluh, daun so, tempe, dan cang gleyor bagi masyarakat Jawa memang sudah menjadi kepercayaan untuk tolak bala wabah
Memasak sayur lodeh bersama-sama juga bisa menjadi contoh slametan, sebuah ritual komunal yang oleh antropolog Clifford Geertz disebut sebagai ciri utama budaya Jawa.

Dan salah satu karakteristik mencolok dari slametan adalah pada kepasrahannya; sayur lodeh dibuat tanpa banyak harapan, apakah ia akan berhasil menolak bala atau tidak.

"Menariknya, sayur lodeh tidak bersifat individual," kata Santoso. "Ini adalah respons terhadap kemalangan yang sepertinya akan menimpa semua orang. Ini adalah upaya untuk mengurangi, juga menghindari, sesuatu yang sepertinya tak terhindarkan."

Baca juga: Sayur Lodeh: Kandungan Gizi dan Variasi Resep

Bagi orang luar, salah satu hal menarik dari kisah keajaiban sayur lodeh adalah betapa tidak ajaibnya sayur itu sendiri. Bahan-bahannya dengan mudah dimiliki setiap rumah di desa.

Cara mempersiapkan hidangan ini pun mudah: masukkan semua bahan ke panci, lalu jerang di atas api.

Dahulu, ritual memasak sayur lodeh dimulai setelah dua pusaka kerajaan — tombak dan bendera suci, yang konon terbuat dari bahan yang diambil dari makam Nabi Muhammad — diarak keliling kota.

Tapi sekarang, sayur lodeh sudah seperti makanan biasa. Di samping kompleksitas linguistik dan numerologinya, ada sebuah kepraktisan, kebiasaan yang membumi, yang membuat slametan terasa bertolak belakang.

Baca juga: Resep Oblok-oblok Lembayung, Mirip Lodeh tapi Pakai Kelapa Parut

Sejarah kompleks

Resep sayur lodeh terong untuk menu makan siang yang praktis DOK. SAJIAN SEDAP Resep sayur lodeh terong untuk menu makan siang yang praktis
Sayur lodeh memang mudah dibuat, namun asal-usulnya cukup rumit. Beberapa ahli percaya tradisi memasak sayur lodeh berasal dari masa kejayaan peradaban Jawa Tengah pada abad ke-10.

Kala itu, konon sayur lodeh membantu melewati masa-masa sulit selama letusan dahsyat Gunung Merapi pada 1006.

Sejarawan kuliner seperti Fadly Rahman memperkirakan tradisi memasak lodeh juga sudah dilakukan pada abad ke-16, setelah bangsa Spanyol dan Portugis memperkenalkan kacang panjang ke Jawa.

Beberapa sejarawan lain yakin bahwa "tradisi kuno" ini mulai muncul kembali pada abad-19; di pergantian ke abad 20, saat Yogyakarta menjadi jantung Kebangkitan Nasional Indonesia, periode di mana banyak mitos daerah ditemukan dan dirayakan.

Baca juga: Perangi Corona dengan Kearifan Lokal, Masak Sayur Nangka hingga Disinfektan Sirih Jeruk Nipis

Namun legenda sayur lodeh memang diperkuat pada awal abad ke-20.

Contoh paling terkenal adalah pada 1931, pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono VIII, ketika Jawa telah dilingkungi wabah pes selama lebih dari dua dekade.

Namun catatan sejarah juga menunjukkan bahwa sayur lodeh telah dimasak untuk menanggapi krisis pada 1876, 1892, 1946, 1948, dan 1951.

Yang semakin pelik, lambat laun sayur lodeh menjadi kian populer di seluruh Nusantara. Maka semakin sulit pula menemukan alasan mengapa dan bagaimana hidangan ini berevolusi.

Baca juga: Bertemu Megawati, Jokowi Santap Sayur Lodeh Kegemaran Bung Karno

Tapi sejarawan Khir Johari mengatakan, pertanyaan-pertanyaan itu tidak relevan.

"Saat kita melihat sejarah sebuah makanan, kita tergoda untuk mencoba mengkait-kaitkan peristiwa sampai Anda menemukan kisah yang monosentris," ujarnya.

"Padahal bisa jadi makanan itu berasal dari lebih dari satu tempat."

"Komunitas Peranakan Tionghoa di Singapura menyajikan sayur lodeh sebagai semur sayur berkuah kuning yang dimakan dengan lontong," ujarnya.

"Sementara orang-orang Jawa di Singapura memasak lodeh tanpa kunyit."

Baca juga: Resep Lawar Nangka Halal, Makanan khas Bali untuk Makan Siang

Sayur lodeh di Roemah Kuliner, Gedung Metropole.Kompas.com/Silvita Agmasari Sayur lodeh di Roemah Kuliner, Gedung Metropole.
Bagi Johari, transformasi sayur lodeh menyebar melalui tambal-sulam budaya Nusantara dan saling berkelindan dengan makanan, kebudayaan sosial, dan lingkungan.

Lahan pertanian subur di sekeliling Yogyakarta memang memasok sayuran yang memungkinkan penduduknya bertahan menghadapi wabah dan erupsi gunung berapi, tapi kota ini juga dikelilingi pelabuhan-pelabuhan maritim utama.

Mengkarantina penduduk berarti juga menerapkan isolasi pada para pendatang baru. Bisa jadi, para pelaut Jawa yang kemudian membuat lodeh populer hingga ke luar Yogyakarta.

Makanan sejenis sup, kuah, dan kari — layaknya sayur lodeh — sangat praktis dimasak saat terjebak di kapal.

Baca juga: Sejarah Mendol, Makanan Khas Malang dari Tempe Busuk

Maka, hidangan ini pun terus berkembang. Di kota-kota hiper-urban di Asia Tenggara saat ini, sayur lodeh diperkenalkan kembali sebagai makanan kesehatan.

Lodeh juga menjadi hidangan warisan yang menarik bagi kelas menengah yang berkembang pesat.

Untuk generasi Instagram, sayur lodeh yang kaya warna cocok untuk menarik perhatian di linimasa.

"Saat pertama kali membuka toko saya, orang-orang biasanya datang untuk keperluan sosial media: 'Lihat, saya bersentuhan dengan budaya saya', semacam itu," kata Nova Dewi Setianbudi, pemilik kedai Suwe Ora Jamu di M Bloc, distrik kuliner kekinian di Jakarta.

"Namun sekarang orang Indonesia mulai menyadari manfaat kesehatan dari makanan tradisional kita; kita tidak selalu menyadari manfaat obat dari bahan-bahan seperti daun salam, serai, dan lengkuas."

Baca juga: Sepiring Rabeg Makanan Kecintaan Sultan Banten, tentang Kenangan Kota Kecil di Tepi Laut Merah

Ilustrasi lodeh tewel, sayur nangka kuah santan. SHUTTERSTOCK/ARIF BUDI C Ilustrasi lodeh tewel, sayur nangka kuah santan.
Di luar Yogyakarta, sayur lodeh mungkin telah kehilangan makna aslinya, namun hidangan ini masih dikenali sebagai makanan yang bersahaja.

"Lodeh adalah makanan yang sederhana," kata Nova, "Tapi ada filosofi hebat, kebijaksanaan, di baliknya. Kuncinya terletak pada bahan-bahan yang segar."

Namun untuk saat ini, perubahan tren kuliner di Jakarta tak ada hubungannya dengan popularitas lodeh di Yogyakarta.

Di awal pandemi, sebuah pesan beredar di WhatsApp, berisi instruksi memasak sayur lodeh untuk melawan Covid-19, yang diklaim berasal dari Sultan Yogyakarta saat ini.

Baca juga: Cerita di Sepiring Nasi Pecel, dari Suguhan Ki Gede Pemanahan hingga Ditulis di Serat Centhini

Sebagian besar warga tergugah, dan mulai memasak sayur lodeh untuk dibagi-bagikan ke tetangga.

Yogyakarta telah berubah selama 20 tahun terakhir, dengan pembangunan hotel, mal, dan bandara yang pesat. Namun kebutuhan akan ritual oleh masyarakatnya tak berubah.

Meski begitu, tidak ada yang benar-benar yakin apakah pesan tersebut berasal dari Sultan.

Kepada koran lokal, Keraton menampik, meski banyak juga yang tidak percaya klarifikasi ini.

Baca juga: Perjalanan Sejarah di Sepiring Lontong Cap Go Meh

Yogyakarta adalah anomali; sebuah kesultanan otonom di dalam sebuah republik. Sultan saat ini tentu ingin dilihat sebagai sosok modern dan ingin menjauhkan diri dari takhayul yang melekat pada sayur lodeh.

Namun pada akhirnya, antusiasme warga terhadap sayur lodeh tidak akan hilang, juga terhadap khasiat yang terkandung di dalamnya.

Anda dapat membaca artikel ini dalam bahasa Inggris dengan judul A Javanese dish to banish the plague pada laman BBC Travel.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda

Terkini Lainnya

Bawaslu DIY Sudah Gagalkan 5 Kampanye Terselubung, Paling Banyak Bagi-bagi Susu

Bawaslu DIY Sudah Gagalkan 5 Kampanye Terselubung, Paling Banyak Bagi-bagi Susu

Yogyakarta
Jadwal KRL Jogja-Solo Stasiun Tugu 2023, Lengkap dari Stasiun Yogyakarta hingga Palur

Jadwal KRL Jogja-Solo Stasiun Tugu 2023, Lengkap dari Stasiun Yogyakarta hingga Palur

Yogyakarta
Jadwal KRL Jogja-Solo Desember 2023 dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan

Jadwal KRL Jogja-Solo Desember 2023 dari Stasiun Tugu dan Lempuyangan

Yogyakarta
Jadwal KRL Solo-Jogja Desember 2023, Lengkap dari Stasiun Palur hingga Yogyakarta

Jadwal KRL Solo-Jogja Desember 2023, Lengkap dari Stasiun Palur hingga Yogyakarta

Yogyakarta
Jadwal KRL Solo-Jogja Desember 2023 dari Stasiun Solo Balapan dan Purwosari

Jadwal KRL Solo-Jogja Desember 2023 dari Stasiun Solo Balapan dan Purwosari

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca di Yogyakarta Hari Ini, 2 Desember 2023: Pagi hingga Malam Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca di Yogyakarta Hari Ini, 2 Desember 2023: Pagi hingga Malam Hujan Ringan

Yogyakarta
Status Siaga, Gunung Merapi Keluarkan 2 Kali Awan Panas Guguran Malam Ini

Status Siaga, Gunung Merapi Keluarkan 2 Kali Awan Panas Guguran Malam Ini

Yogyakarta
Respons Gibran Dituding Bohongi Warga Solo soal 17 Skala Prioritas Pembangunan

Respons Gibran Dituding Bohongi Warga Solo soal 17 Skala Prioritas Pembangunan

Yogyakarta
Libur Nataru, Diprediksi Ada 9 Juta Pergerakan Orang di DIY

Libur Nataru, Diprediksi Ada 9 Juta Pergerakan Orang di DIY

Yogyakarta
Anggaran Habis dan Hujan di Gunungkidul Belum Merata, Droping Air Andalkan Dana CSR

Anggaran Habis dan Hujan di Gunungkidul Belum Merata, Droping Air Andalkan Dana CSR

Yogyakarta
Kronologi Polisi Tangkap Pria yang Semprot Air Keras ke Wanita di Solo

Kronologi Polisi Tangkap Pria yang Semprot Air Keras ke Wanita di Solo

Yogyakarta
Pemkot Yogyakarta Pinjam Lahan 2.000 Meter Persegi di TPA Piyungan untuk Olah Sampah

Pemkot Yogyakarta Pinjam Lahan 2.000 Meter Persegi di TPA Piyungan untuk Olah Sampah

Yogyakarta
UMK DIY Diumumkan, Kabupaten Gunungkidul Jadi yang Terendah Kenaikannya

UMK DIY Diumumkan, Kabupaten Gunungkidul Jadi yang Terendah Kenaikannya

Yogyakarta
Prakiraan Cuaca di Yogyakarta Hari Ini, 1 Desember 2023: Siang dan Sore Hujan Ringan

Prakiraan Cuaca di Yogyakarta Hari Ini, 1 Desember 2023: Siang dan Sore Hujan Ringan

Yogyakarta
Viral, Baliho Bergambar Naruto Acungkan 2 Jari di Sleman

Viral, Baliho Bergambar Naruto Acungkan 2 Jari di Sleman

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com