KOMPAS.com - Kasus dugaaan perundungan yang dialami seorang siswi sekolah menengah pertama (SMP) di Tegal, Jawa Tengah, jadi sorotan.
Perundungan terhadap siswi SMP swasta kelas VII itu berawal dari hilangnya uang iuran kelas sebesar Rp 1.950.000.
Namun, pihak sekolah enggan memberikan penjelasan saat dimintai konfirmasi oleh wartawan.
Baca juga: Di-bully karena Dituduh Mencuri, Siswi SMP Swasta di Tegal Trauma dan Enggan Sekolah
Kepala sekolah yang bernama Andri Apriudin itu bahkan menolak bertemu dengan sejumlah wartawan yang datang ke sekolah.
"Tidak boleh, ini kan rumah saya. Jadi saya berhak menolak," kata Andri sambil masuk ke salah satu ruangan dan meninggalkan wartawan.
Baca juga: Remaja yang Bunuh Pria Dewasa di Bandung adalah Korban Bully di Pesantren
Sementara itu, orangtua korban menjelaskan, sejak anaknya dituduh mencuri uang sering mendapat perundungan dari teman-teman kelas.
Bahkan perundungan diduga juga dilakukan oleh guru kelas. Hal itu membuat kondisi korban trauma dan enggan berangkat sekolah.
"Anak saya mengaku tidak mengambil sama sekali. Anak saya trauma, lihat tanggalan sekolah minta dibuang, pakaian, sampai buku-buku minta dihilangkan semua," kata Misrotun (43), ibu korban.
Baca juga: Siswi Kelas 1 SD di Tojo Una-una Sulteng Diduga Diperkosa Bapak Kandung dan 2 Rekannya
Sementara ayah korban bernama Gunawan (50), mengatakan, kejadian itu berawal saat sekolah berencana menggelar kegiatan outbond.
Lalu para siswa berinisiatif mengumpulkan uang untuk pembuatan jaket. Uang iuran terkumpul sejumlah Rp 1.950.000 dan dipegang bendahara kelas.
Menurut Gunawan, tuduhan itu berawal saat anaknya mengeluh sakit dan hanya ada di kelas saat jam istirahat.
Sementara teman-temannya disebut berada di luar kelas. Usai pulang sekolah, bendahara kelas mengaku kehilangan uang iuran itu.
"Sehingga terkumpul uang sebanyak Rp1.950.000. Namun, sekitar 1 Oktober 2023 kemarin uang tersebut hilang dan belum ditemukan sampai saat ini," kata Gunawan.
Seperti diberitakan sebelumnya, Gunawan sempat mendatangi sekolah untuk meminta klarifikasi.
Hal itu dilakukan karena sejak mendapat perundungan, anaknya alami trauma.
"Saya mau meluruskan anak saya tidak bersalah. Tidak bisa sepihak, anak saya ditekan dari pihak sekolah, satu kelas mem-bully semua, anak saya terpojokan," kata Misrotun.
(Penulis: Tresno Setiadi | Editor: Khairina)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.