Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sivitas UII Tabur Bunga di Atas Keranda, Sebut Demokrasi Mati di Tangan Jokowi

Kompas.com - 14/03/2024, 17:41 WIB
Wijaya Kusuma,
Robertus Belarminus

Tim Redaksi


YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni Universitas Islam Indonesia (UII) kembali berkumpul di depan Auditorium Prof KH Abdul Kahar Muzakkir, Kampus Terpadu UII, Jalan Kaliurang Kilometer 14, Kabupaten Sleman, DIY.

Sivitas akademika UII ini berkumpul untuk menyatakan sikap terkait dengan kondisi demokrasi di Indonesia.

Tampak keranda berwarna hitam diusung dan diletakan di depan auditorium.

Para guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni tampak berdiri di belakang keranda tersebut.

Baca juga: Sivitas Akademika UGM Kembali Berkumpul di Balairung, Bacakan Pernyataan Sikap Kampus Menggugat

Pada keranda berwarna hitam tersebut, terdapat tulisan berwarna putih yang berbunyi "DEMOKRASI".

Acara pernyatakaan sikap ini diawali dengan orasi dari perwakilan dosen hingga alumni.

Kemudian puncaknya, Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Fathul Wahid membacakan pernyataan sikap "Kematian Demokrasi Indonesia".

"Sejak awal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), tanda-tanda kematian demokrasi sudah terasa. Namun, saking halusnya tanda tersebut, tidak banyak yang merasakannya," ucap Fathul, di lokasi, Kamis (14/3/2024).

Ia menyinggung soal Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dikebiri. Pengkritik pemerintah dibawa ke meja hijau dan bahkan dijebloskan ke balik jeruji besi.

Upaya membunuh demokrasi lainnya adalah tindakan 'main kasar konstitusional'.

Sebagai contoh, amandemen terhadap Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, serta pengesahan Undang-Undang Cipta Kerja yang seakan-akan dilakukan secara konstitusional.

Baca juga: Banjir di Semarang Sebabkan Kereta Api di Madiun Terlambat Tiga Jam

"Padahal, yang terjadi sesungguhnya adalah manipulasi jalur dan mekanisme konstitusional," tutur dia.

Kasarnya permainan itu dilanjutkan dengan memunculkan gagasan ‘tiga periode’ dan perpanjangan masa jabatan presiden tanpa pemilu.

 

"Tindakan paling kasar adalah mengintervensi Mahkamah Konstitusi (MK) untuk meloloskan putra Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden. Ini adalah serangan terhadap independensi lembaga peradilan sekaligus pengkhianatan terhadap amanat Reformasi 1998," ujar dia.

"Demokrasi sebagai kesepakatan publik yang suci telah mati di tangan Presiden Jokowi," imbuh dia.

Kondisi tersebut merupakan fakta pahit setelah Indonesia melewati 26 tahun reformasi.

Di permukaan, Pemilu 2024 tampak damai dan aman. Namun, di balik itu, Pemilu 2024 telah dimanipulasi oleh elite politik yang bekerja sama dengan kelompok oligarki untuk memperdaya masyarakat demi dukungan politik elektoral.

"Pemilu, sebagai salah satu pilar utama demokrasi, telah ambruk dan sekadar menjadi sarana pelanggengan kekuasaan politik dinasti Presiden Jokowi," ucap dia.

Melihat situasi tersebut, Universitas Islam Indonesia (UII), sebagai kampus yang lahir sebelum kemerdekaan Indonesia, didirikan oleh para pembesut Republik ini, dan menjadi pelantang Reformasi 1998, memiliki tanggung jawab moral dan historis untuk terus berjuang menegakkan Indonesia agar berjalan di atas dasar konstitusi dan menghormati hak asasi manusia.

Fathul kemudin melanjutkan membacakan poin-poin pernyataan sikap. Ada tujuh poin yang tertuang dalam pernyataan sikap sivitas akademika UII.

1. Menuntut seluruh penyelenggara negara untuk menjunjung tinggi etika berbangsa dan bernegara, menghormati hak dan kebebasan warga negara, dan mengembalikan prinsip independensi peradilan.

Baca juga: Banjir Semarang, Jalur Pantura Demak Macet hingga 16 Kilometer

2. Mengingatkan pejabat negara bahwa mereka memiliki tugas konstitusional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa demi tercapainya masyarakat yang sejahtera, beradab, adil, dan makmur.

3. Mendorong partai politik untuk menjaga independensinya sehingga berdaya dalam menjunjung tinggi kedaulatan rakyat dan mampu menjalankan perannya untuk membangun etika dan budaya politik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

4. Mendesak partai politik yang kalah dalam Pemilihan Presiden 2024 ini untuk menjadi oposisi penyeimbang yang berpegang teguh pada etika berbangsa dan bernegara, serta menjunjung tinggi konstitusi dan hak-hak asasi manusia dengan menggunakan hak angket dan mencari langkah politik dan hukum lainnya sebagai penghukuman terhadap Presiden Jokowi yang terbukti mengkhianati reformasi 1998 dan telah melakukan praktik korupsi kekuasaan secara terbuka.

5. Mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali sadar dengan memboikot partai politik yang menjelma menjadi penghamba kekuasaan dan uang serta terang-terangan mengkhianati tugas utamanya sebagai pelaksana kedaulatan rakyat.

6. Meminta lembaga-lembaga negara sesuai tugasnya seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), dan Ombudsman Republik Indonesia (ORI) untuk mengusut semua kecurangan pemilu, termasuk yang dilakukan Presiden Jokowi, pada masa sebelum, ketika, dan sesudah pemungutan suara. Pemilu harus menjadi sarana menghasilkan pemerintahan yang absah (legitimate).

Baca juga: Sivitas Akademika UGM Kembali Berkumpul di Balairung, Bacakan Pernyataan Sikap Kampus Menggugat

7. Menyerukan kepada aktivis masyarakat sipil untuk melakukan pembangkangan sipil dan menolak menjadi bagian dari kekuasaan yang direbut dengan berbagai muslihat tuna etika. Secara khusus, kami menyeru para tokoh kritis nasional untuk bersatu dan membuat oposisi permanen melawan rezim politik dinasti yang menjadi predator pemangsa dan pembunuh demokrasi di Indonesia.

"Pernyataan sikap ini digerakkan oleh hati nurani kami dan kesadaran anak bangsa yang melihat praktik berbangsa dan bernegara yang semakin jauh dari nilai-nilai keadaban," pungkas dia.

Usai pembacaan pernyataan sikap, rektor, guru besar, dosen, mahasiswa hingga alumni menaburkan bunga ke atas keranda berwarna hitam. Ini sebagai simbol telah matinya demokrasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Dugaan Tawuran Pelajar di Umbulharjo Yogyakarta, Satu Orang Tercebur ke Sungai

Dugaan Tawuran Pelajar di Umbulharjo Yogyakarta, Satu Orang Tercebur ke Sungai

Yogyakarta
Mensos Risma Janji Bantu Eks Napiter yang Ingin Buka Usaha, tapi Bentuknya Bukan Uang Tunai

Mensos Risma Janji Bantu Eks Napiter yang Ingin Buka Usaha, tapi Bentuknya Bukan Uang Tunai

Yogyakarta
Istimewa, Ini Makna dan Filosofi 10 Pohon di Keraton Yogyakarta

Istimewa, Ini Makna dan Filosofi 10 Pohon di Keraton Yogyakarta

Yogyakarta
Cara Daftar Program Istura untuk Berkunjung ke Istana Kepresidenan Yogyakarta

Cara Daftar Program Istura untuk Berkunjung ke Istana Kepresidenan Yogyakarta

Yogyakarta
7 Siswa yang Diduga Tawuran di Umbulharjo Yogyakarta Ditangkap, Obat dan Gir Disita

7 Siswa yang Diduga Tawuran di Umbulharjo Yogyakarta Ditangkap, Obat dan Gir Disita

Yogyakarta
Buang Muatan Sampah di Pinggir Jalan Bantul, Sopir Diminta Angkut Lagi Buangannya

Buang Muatan Sampah di Pinggir Jalan Bantul, Sopir Diminta Angkut Lagi Buangannya

Yogyakarta
Terperosok Lubang, Maling Ayam di Yogyakarta Ditangkap Warga

Terperosok Lubang, Maling Ayam di Yogyakarta Ditangkap Warga

Yogyakarta
Rumah Warga Terdampak Pelebaran JJLS Mulai Dibongkar untuk Jalur Pipa Air Bersih Menuju Bandara YIA

Rumah Warga Terdampak Pelebaran JJLS Mulai Dibongkar untuk Jalur Pipa Air Bersih Menuju Bandara YIA

Yogyakarta
Kampung Nagan Terdampak Revitalisasi Benteng Keraton Yogyakarta, Rumah Dibongkar

Kampung Nagan Terdampak Revitalisasi Benteng Keraton Yogyakarta, Rumah Dibongkar

Yogyakarta
Viral, Video Diduga Tawuran di Jalan Pramuka Yogyakarta, Ini Kata Polisi

Viral, Video Diduga Tawuran di Jalan Pramuka Yogyakarta, Ini Kata Polisi

Yogyakarta
Dinding Gudang di Kulon Progo Jebol, 21 Tabung Elpiji 3 Kg Hilang Dicuri

Dinding Gudang di Kulon Progo Jebol, 21 Tabung Elpiji 3 Kg Hilang Dicuri

Yogyakarta
Belasan Wisatawan Tersengat Ubur-ubur Warna Pink di Pantai Gunungkidul

Belasan Wisatawan Tersengat Ubur-ubur Warna Pink di Pantai Gunungkidul

Yogyakarta
Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Dishub: Tunggu Kajian

Wacana Pembongkaran Separator di Ring Road Yogyakarta, Dishub: Tunggu Kajian

Yogyakarta
Sampah Kembali Menumpuk di Depo dan Jalanan Yogyakarta, Apa yang Terjadi?

Sampah Kembali Menumpuk di Depo dan Jalanan Yogyakarta, Apa yang Terjadi?

Yogyakarta
Sampah Dibuang di Kawasan Karst, Sumber Air Gunungkidul Dikhawatirkan Rusak

Sampah Dibuang di Kawasan Karst, Sumber Air Gunungkidul Dikhawatirkan Rusak

Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com