KULON PROGO, KOMPAS.com – Rimbun daun pohon asam memayungi dari terik matahari pagi pada satu-satunya becak mangkal di sudut luar komplek kantor Pemerintahan Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pengayuh becak di situ bernama Sudrajat (62) asal Pedukuhan Mrunggi, Kalurahan Sendangsari, Kapanewon Pengasih
“Setiap hari seperti ini menunggu mulai 05.30 WIB. Hari ini karena hari puasa sampai tengah hari,” kata Sudrajat, Rabu (12/4/2023).
Baca juga: Tukang Becak di Sumenep Meninggal Usai Antar Penumpang, Sempat Mengeluh Sakit di Dada
Omset menjadi tukang becak terus merosot dari waktu ke waktu. Pengguna jasa becak makin sedikit, sementara menunggu calon penumpang serasa begitu panjang. Hal ini serasa kebalikan dari perkembangan pesat Wates dan Kulon Progo pada umumnya.
Sudrajat menceritakan, dulu ia pernah bisa membawa pulang hingga Rp 200.000 per hari. Pasalnya, Wates terasa sibuk, mahasiswa dan pelajar seliweran, dekat stasiun kereta api, bahkan angkutan umum dan angkutan pedesaan ramai menurunkan penumpang di sekitaran ia mangkal.
Sudrajat mengaku mengayuh becak lebih 40 tahun. Ia mengikuti perjalanan angkutan umum dan angkutan pedesaan semakin sepi penumpang lalu hilang.
Penghasilan Sudrajat ikut tergerus. Padahal, menarik becak merupakan penghasilan utamanya untuk menghidupi kelima anaknya hingga kini mereka telah mandiri.
Ia juga bukan buruh tani, seperti kebanyakan tukang becak lain. Ia juga tidak mengangkut barang. Sudrajat murni mengangkut orang.
Setelah semakin sepi penumpang, ia berharap banyak dari persimpangan di mana ada palang pintu kereta (teteg) sebelah Timur di Wates. Ternyata, pintu kereta akhirnya ditutup permanen pada 2022 lalu.
Baca juga: Divonis 10 Bulan Penjara, Tukang Becak Pembobol Rekening BCA: Enggak Apa-apa
Sudrajat mengaku pasrah ketika berlangsung penutupan teteg. Ia seketika gundah karena penghasilannya lagi-lagi akan merosot ke ceruk lebih dalam.
“Dulu (saat masih ada teteg) bisa empat kali narik (becak) ke pasar dengan ongkos Rp10.000. Sekarang (setelah teteg tutup) bisa satu kali narik sudah bagus. Pernah tujuh hari baru sekali sekali narik Rp 20.000,” kata Sudrajat.
Tukang becak kian tersisih di tengah perkembangan kota. Kadang kerap kesulitan keuangan. Beruntung, kelima anaknya sudah bekerja dan berkeluarga.
“Sekarang banyak dibantu anak-anak. Mulai dari beras,” kata Sudrajat.
Ia lantas mengaku bersyukur menerima santunan dari Pemkab Kulon Progo lewat Badan Amil Zakat Kulon Progo menjelang Lebaran. Ia menerima tunai Rp 200.000 dan beras.
Bagi mereka, ini THR istimewa. "Saya akan memakainya untuk belanja saja,” kata Sudrajat.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.