Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Pembicara Seminar Ilmiah, Hasto Kristiyanto: Setiap Orang Bicara soal Calon Presiden, tapi Lupa Persoalan Fundamental Bangsa

Kompas.com, 16 Desember 2022, 15:34 WIB
Wijaya Kusuma,
Ardi Priyatno Utomo

Tim Redaksi

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Doktor Ilmu Pertahanan, Hasto Kristiyanto hadir sebagai pembicara seminar ilmiah dosen 2022 dalam rangka Dies Natalis Ke-67 Universitas Sanata Dharma (USD) Yogyakarta.

Saat hadir sebagai pembicara tersebut, Hasto menyebut perguruan tinggi sebagai otokritik seakan ada gap dengan apa yang dibutuhkan bangsa dan negara untuk maju.

"Perguruan tinggi sebagai otokritik sepertinya ada gap dengan apa yang dibutuhkan bangsa dan negara bagi kemajuan kita. Padahal pengusaan iptek dan riset dan inovasi sangat penting," ujar Hasto dalam keterangan tertulis, Jumat (16/12/2022).

Baca juga: Akui Keakraban Ganjar-Puan, Hasto: PDI-P Kan Memang Akrab, Tidur di Atap yang Sama

Hasto yang juga Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) ini menjelaskan, sebenarnya para Founding Fathers Indonesia sudah merumuskan bahwa politik pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan bangsa.

Memajukan kesejahteraan umum, dan mampu melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

"Kita punya tanggung jawab eksternal melibatkan diri dalam upaya membangun ketertiban dunia berdasarkan nilai-nilai luhur kemanusiaan, kemerdekaan, keadilan sosial untuk mewujudkan perdamaian abadi," tandasnya.

Hanya saja, Hasto melihat saat ini justru lebih asyik bicara soal calon presiden dan melupakan persoalan fundamental bangsa.

"Kini setiap orang bicara soal calon presiden, seakan-akan satu minggu ke depan akan ada pemilu. Semua berbicara elektoral tapi melupakan persoalan fundamental bangsa yang berkaitan dengan mencerdaskan kehidupan bangsa," ungkapnya.

Hasto menuturkan peringkat pendidikan Indonesia jauh tertinggal dari negara lain. Bahkan tertinggal dari Malaysia yang di masa lalu banyak meminjam guru dari Indonesia.

Baca juga: Hasto Kembali Singgung Warna Biru, Kali Ini Soroti Kekalahan Kroasia dari Argentina

Saat ini Indonesia juga masih menghadapi stunting. Sementara Nusantara ini kaya akan sumber makanan yang bergizi.

“Zaman Pak Harto makan sayur-sayuran jagung dikatakan miskin padahal itu komponen gizi cukup besar," ungkapnya.

Daun kelor hanya dianggap pagar mengusir Genderuwo. Sementara orang Australia iri melihat Nusantara memiliki daun kelor dengan keragaman vitamin luar biasa.

"Masalahnya apa? Sedikit ilmuwan meneliti sumber- sumber pangan, sumber protein dan jamu-jamuan kita untuk memajukan kesejahtetaan umum dengan cara berdiri di atas kaki sendiri," ucapnya.

Hasto menceritakan, suatu hari dipanggil oleh Presiden Kelima RI Megawati Soekarnoputri yang menyampaikan tentang seorang investor Perancis.

Baca juga: Minta Kader Tunggu Keputusan Mega soal Capres-Cawapres, Hasto: Sambil Menunggu, Satukan Diri dengan Kekuatan Rakyat

Investor tersebut menyewa lahan di Sleman. Lalu dengan kultur jaringan, investor ini mengembangkan seluruh benih bambu di Indonesia. Hasilnya, setiap 4 bulan sekali, diekspor ke 4 benua.

“Bu Mega mengatakan ke mana dunia pendidikan kita, kenapa harus orang asing? Bukan saya anti asing, tapi masak untuk mengembangkan teknologi terapan Kuktur Jaringan yang relatif sudah sangat lama, tapi bisa membuat orang Perancis survive dari hanya mengelola bambu?" ujarnya.

Kondisi saat ini, lanjut Hasto, adalah terjadi serbuan asing ke Indonesia. Di mana perusahaan-perusahaan besar melakulan outsourcing dan terjadi capital outflow dan juga human capital outflow.

"Terjadi upaya untuk menyedot human capital terbaik dilakukan korporasi besar, terjadi kolonialisme dagang," urainya.

Atas dasar hal tersebut, perguruan tinggi harus terdepan membangun kepemimpinan intelektual dan membumikannya serta mendorong arah kemajuan bagi masa depan melalui penguasaan iptek, riset dan inovasi yang membumi bagi kemajuan negeri.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau