Kepala Balai Konservasi Borobudur, Wiwit Kasiyati, mengaku pihaknya tidak dilibatkan dalam rencana harga baru tiket naik Candi Borobudur.
"Saya tidak tahu sebenarnya apakah kajiannya sudah ada atau belum. Mestinya ada pembicaraan. Hitungannya bagaimana, kajiannya bagaimana, kami tidak tahu. Kami tidak dilibatkan. Cuma kami menyampaikan dengan adanya pemandu dan sandal [di candi] tentu harganya beda. Tapi harganya naik segitu banyaknya kami tidak tahu," kata Wiwit.
Lepas dari rencana tarif Rp 750.000 untuk wisatawan lokal, Wiwit menekankan bahwa pihaknya ingin meninggalkan konsep turisme massal dan menyasar pariwisata yang berkualitas.
"Itu sudah ibaratnya harus segera dilakukan, harga mati itu. Kalau kita tidak segera lakukan, kerusakan akan semakin meningkat," tegasnya dalam wawancara dengan wartawan Hilman Hamdoni yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Baca juga: Soroti Harga Tiket Naik Candi Borobudur, Biksu Pannyavaro: Jangan Hanya untuk Orang yang Punya Uang
"Ada pengunjung yang meninggalkan vandalisme atau sampah atau makanan yang terbawa. Ada juga permen karet. Ada relief teratai di bawah yang aus karena diinjak-injak pengunjung yang ingin merogoh stupa," katanya lagi.
Balai Konservasi Borobudur sendiri telah melakukan kajian mengenai daya dukung fisik atau physical carrying capacity Candi Borobudur.
Kata Wiwit, kapasitas ideal kunjungan turis ke Borobudur dalam sehari adalah 1.259 orang. Kunjungan para wisatawan, menurutnya, secara ideal harus ditemani dengan pemandu dan memakai sandal khusus agar tidak merusak struktur candi.
Sebelum pandemi, Borobudur pernah dikunjungi hingga 55.000 orang dalam sehari.
Jika pembatasan kunjungan dilakukan, menurutnya, bisa jadi berdampak positif untuk para pedagang di sekitar kawasan Borobudur—yang tetap terbuka untuk dikunjungi.
"Konsep kami itu Pembatasan dan Penyebaran. Jadi yang tidak bisa naik ke zona satu (candi) nanti bisa diarahkan berkunjung ke kawasan Borobudur, biar masyarakat bisa mendapatkan kesejahteraan juga. Borobudur menjadi magnetnya. Tapi lampu-lampu kecilnya ada di kawasan," tutup Wiwit.
"[Pembatasan kunjungan dengan menaikkan harga tiket] itu bagus buat [kelestarian]) candi. Karena orang jadi berpikir ulang kalau mau naik candi. Tapi bagaimana dengan masyarakat lokal? Pelaku pariwisata lokal?"
Berita mengenai kenaikan harga tiket itu, menurutnya, bisa jadi membuat wisatawan gentar.
"Wisatawan sudah ditembak dulu dengan psikologi harga: 'harganya mahal ya, mending kita nggak usah ke sana, deh." Dan ujung-ujungnya yang rugi adalah warga lokal yang menggantungkan ekonominya pada pariwisata di Borobudur," kata Marsis.
Baca juga: Destinasi Pariwisata Super Prioritas Borobudur untuk Siapa?
Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (Asita) Jawa Tengah sangat menyayangkan rencana penerapan tarif baru tiket naik kawasan Candi Borobudur.
"Ini terlalu mahal kenaikannya," kata Penasihat Asita Jawa Tengah, Daryono, kepada wartawan di Solo, Fajar Sodiq, yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.
Harga kenaikan tersebut, menurut dia, akan sangat memberatkan untuk para wisatawan lokal.
Tak hanya itu, kenaikan harga tiket juga diprediksi bakal membuat para pelaku usaha perjalanan wisata mengalami kerugian pasalnya para biro wisata telah memesan tiket destinasi wisata untuk konsumen setahun sebelumnya.
Sebelum menaikkan harga tiket, ia meminta kepada pemerintah untuk mengajak bicara dengan para pemangku kepentingan di sektor wisata dan industri.
Baca juga: Pro Kontra Kenaikan Harga Tiket Naik Candi Borobudur Rp 750.000
"Hendaknya semua stakeholder diajak ngomonglah biar bisa kasih masukan-masukan agar tidak merugikan semua pihak, mulai dari turis lokal, biro perjalanan dan lainnya," kata dia.
Sementara itu, salah satu pedagang asongan kacamata di kompleks Candi Borobudur, Rokhani, juga menyayangkan rencana kenaikan tarif tersebut.
Menurutnya kenaikan itu terlalu tinggi dan akan berdampak terhadap penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Candi Borobudur.
"Itu kan terlalu mahal dan kami merasa keberatan," keluh perempuan berusia 44 tahun tersebut.
Baca juga: Bantah Komersialisasi Candi Borobudur, Sandiaga: Kami Fokus Konservasi
Sedangkan terkait kebijakan tarif tiket pelajar yang tidak mengalami lonjakan tinggi, ia mengaku bahwa keberadaan wisatawan pelajar tidak seperti wisatawan dewasa dalam negeri.
"Kalau untuk siswa kan cuma masa liburan. Sedangkan setiap harinya itu banyak yang domestik dan mancanegara," ujarnya.
Ia pun meminta kepada pemerintah untuk membatalkan rencana tersebut. Pasalnya, saat ini kondisi kunjungan wisatawan Candi Borobudur sudah mulai normal setelah dua tahun terpuruk karena pandemi.
"Ini baru mau bangkit ekonomi para pedagang kecil di Borobudur, terus nanti kalau naik tarifnya bakal sepi dan ekonomi melemah lagi. Dua tahun nggak ada pemasukan selama pandemi," kata dia.