KOMPAS.com - Iqbal Basyari (30) dan keluarganya, warga asal Klaten, Jawa Tengah, dipaksa menyewa mobil jip oleh petugas penjaga saat hendak menuju petilasan Mbah Maridjan di Cangkringan, Sleman, Minggu (30/5/2021).
Hal itu diketahui dari curhatan Iqbal yang kemudian viral di media sosial.
Baca juga: Viral Curhat Wisatawan Dipaksa Sewa Jip untuk Kunjungi Petilasan Mbah Maridjan
Iqbal menceritakan, menggunakan mobil pribadi berpelat AD, dia dan keluarganya hendak menuju petilasan Mbah Maridjan.
Baca juga: Hari Ini dalam Sejarah: Erupsi Merapi Renggut Nyawa Mbah Maridjan
Namun, 1,5 km sebelum lokasi, ada seorang petugas penjaga meminta Iqbal berhenti.
Petugas itu meminta Iqbal menyewa jip untuk ke petilasan dengan alasan jalan jelek.
Padahal, kata Iqbal, jalan menuju petilasan terbilang cukup baik karena jalur evakuasi warga lereng Gunung Merapi.
"Mereka bilang kalau mau naik harus pakai jip, gak boleh pakai kendaraan pribadi alasannya jalan jelek, banyak jip. Padahal setahu saya jalan di sana bagus karna itu jalur evakuasi warga lereng Merapi. Kalau masalah banyak jip, itu memang wajar dan mustinya semua pengendara berhati-hati di jalan raya," ucap Iqbal dalam keterangannya, Senin (31/5/2021).
Setelah 15 menit menunggu, Iqbal melihat wisatawan yang mengendarai sepeda motor boleh ke lokasi. Begitu juga dengan pengendara mobil pribadi dengan pelat AB.
Iqbal kembali menanyakan soal sewa kendaraan. Namun, petugas itu tetap kekeh mewajibkan Iqbal menyewa jip dengan harga Rp 350.000-Rp 550.000.
Merasa tidak sepadan dengan yang akan didapatkannya di petilasan dan uang yang dikeluarkan, Iqbal memilih putar balik.
Sesampainya di pos restribusi, Iqbal bertanya kepada petugas dan menunjukan foto lokasi dirinya distop.
Ia menanyakan terkait harus sewa jip jika ingin ke petilasan Mbah Maridjan. Jawaban petugas di retribusi pun sama.
Plt Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Suci Iriani Sinuraya mengatakan, akan melakukan penelusuran terkait kejadian tersebut.
"Sedang kami telusuri dan sudah kami agendakan untuk rakor lintas pihak (kapanewon, kalurahan, polsek, komunitas, asosiasi, Satpol PP, inspektorat ) untuk membahas hal ini dan tindak lanjutnya ke depan. Intinya bagaimana hal seperti ini tidak terulang ke depan," ujar dia. (Penulis Kontributor Yogyakarta, Wijaya Kusuma | Editor Khairina)
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.