YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Sejumlah warga Kampung Pengok, Kalurahan Demangan, Kemantren Gondokusuman, Kota Yogyakarta menggeruduk kantor Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Yogyakarta pada Jumat (17/5/2024).
Mereka menggeruduk DLH Kota Yogyakarta lataran sampah yang berada di Depo Pengok terus menumpuk sehingga masyarakat terganggu dengan bau busuk yang dihasilkan.
Baca juga: Pemkot Yogyakarta Mulai Olah Sampah Jadi Bahan Bakar Alternatif RDF
“Kita melakukan aksi damai, saya tidak tega ketika warga kita yang resah sudah merasa terganggu dengan adanya sampah,” ujar perwakilan warga masyarakat Senen Prabowo, Jumat (17/5/2024).
Ia mengungkapkan bau busuk dari tumpukan sampah yang berada di Depo Pengok mencapai radius 1 kilometer.
“Jauh itu (bau busuk). Ya sekitar 1 kiloan radiusnya, bau semua,” kata dia.
“Apalagi saat anginnya kenceng,” imbuh Senen.
Warga sudah berupaya dengan berdialog secara langsung dengan DLH Kota Yogyakarta. Hasilnya, saat menjelang Lebaran, depo sampah Pengok bersih dari sampah. Namun hal itu hanya berlangsung sesaat.
“Terjadi seperti ini lagi (menumpuk). Bahkan kemarin itu meluap sampai ke jalan,” kata dia.
Menurut Senen sampah yang meluber hingga jalanan beberapa waktu lalu membuat warga semakin resah dengan keadaannya.
Ditambah lanjut dia, saat ini warga sekitar hanya diberikan waktu membuang sampah hanya satu jam saat depo sampah Pengok dibuka. Namun, para penggerobak sampah membuang sampah pada malam harinya.
“Itu penggerobak curi-curi, malam hari membuangnya (sampah) seenaknya,” pungkas dia.
Sebelumnya, Kabid Pengelolaan Persampahan DLH Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko mengatakan selama libur panjang pekan lalu pihak swasta juga libur untuk mengangkut sampah di depo-depo dan sampah yang ada di jalanan.
"Swasta libur, makanya kita tidak bisa menyelesaikan yang harusnya 30 ton bisa ke swasta ternyata tertahan di depo semua. Ada 90 ton yang ngendon di depo," kata dia.
Pihaknya saat ini sedang negosiasi dengan pihak swasta agar sampah yang tertunda kemarin bisa segera diangkut.
"Kami masih komunikasi kalau bisa artinya tidak 30 ton tiap harinya tetapi 40 sampai 50 ton," ujar dia.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.