YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Makam Kyai Kromo Ijoyo yang terdampak pembangunan jalan Tol Yogyakarta-Solo akan direlokasi pada Juni mendatang. Diketahui, makam itu terletak di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman.
Kyai Kromo Ijoyo dipercaya oleh masyarakat sebagai penghuni pertama di Dusun Ketingan.
Baca juga: Pengukuran Lahan Terdampak Pembangunan Tol Yogyakarta-YIA Mulai Dilakukan
Humas PT Adhi Karya selaku pembangun Tol Yogya-Solo Seksi 2, Paket 2.2, Agung Murhandjanto mengatakan, ada percepatan untuk proses relokasi Makam Kyai Kromo Ijoyo.
"Untuk (makam) Mbah Celeng (Kyai Kromo Ijoyo) akan ada akselerasi percepatan," ujarnya, Senin (27/05/2024).
Kebijakan percepatan tersebut sudah dikoordinasikan dengan pihak keraton. Sebab, makam Kyai Kromo Ijoyo berada di atas tanah kas desa.
"Kalau kita ada kebijakan, kita sudah berkoordinasi dengan Keraton kasultanan. Kita akan segera lakukan relokasi terhadap makam Mbah Celeng, karena ada semacam supervisi dari keraton,"
"Ya bulan-bulan ini, Juni ini kita lakukan relokasi lah," imbuhnya.
Diungkapkan Agung, semua skema pemindahan akan dilakukan oleh pihaknya. Namun hal-hal lain, misalnya terkait ritual menunggu dari pihak desa.
"Skemanya kelihatannya kita akan melakukan semuanya. Cuma nanti kalau ritual dan apanya nanti menunggu Kraton dan dari desa," tuturnya.
Lokasi rekolasi, lanjut Agung, sudah disiapkan menggunakan tanah kas desa. Lokasinya juga masih berada di Padukuhan Ketingan, Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman.
Terkait dengan desain makam yang baru juga sudah berkoordinasi dengan pihak keraton.
"(Desain) Sudah ada perubahan, karena kita sudah berkonsultasi dengan pihak kraton ada penyesuaian-penyeusaian," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketingan merupakan padukuhan yang berada di Kalurahan Tirtoadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sleman. Di padukuhan ini terdapat makam yang memiliki nilai histori bagi warganya.
Lokasi makam itu berada tidak jauh dari Padukuhan Ketingan. Di makam itu terdapat pohon berukuran cukup besar. Pohon yang rimbun ini seakan memayungi makam tersebut.
Di bawah pohon besar ini lah, terdapat makam Kyai Kromo Ijoyo yang disebut orang pertama yang menghuni wilayah Ketingan. Area makam tampak di kelilingi oleh pagar batako di sisi luar dan pagar besi di bagian utamanya.
Terdapat juga gapura di bagian depan area makam. Selain itu terpasang papan di depan gapura yang menceritakan tentang Kyai Kromo Ijoyo.
Di papan itu tertulis :
"Mbah Kromo Ijoyo adalah makam seorang tokoh yang dihormati oleh masyarakat sebagai leluhur dan tokoh adat Dusun Ketingan. Menurut cerita yang beredar di masyarakat, Mbah Kromo Ijoyo diyakini meninggalkan keraton dan dipercaya sebagai penghuni pertama Dusun Ketingan. Dalam perjalanan hidupnya, Mbah Kromo Ijoyo juga dianggap sebagai seorang prajurit yang setia pada Pangeran Diponegoro, salah satu tokoh penting dalam sejarah perlawanan melawan penjajah Belanda. Makamnya yang anggun dan terpelihara dengan baik menjadi tujuan ziarah bagi banyak orang yang menghormatinya sebagai sosok leluhur dalam warisan budaya setempat. Dengan statusnya sebagai penghuni pertama Dusun Ketingan dan hubunganya dengan Pangeran Diponegoro, Makam Mbah Kromo Ijoyo menjadi sebuah simbol penting dari sejarah lokal Dusun Ketingan"
"Mbah Kromo Ijoyo itu kan, kalau dari cerita itu masa Sultan yang ke-7. Itu kan jaman penjajah, terus mengungsi, keluar dari keraton," ujar Lurah Tirtoadi Mardiharto saat ditemui Kompas.com, Senin (16/10/2023).
Baca juga: Lebih dari 5.800 Kendaraan Lewati Jalur Fungsional Jalan Tol Solo-Yogyakarta
Kromo Ijoyo kemudian tiba di daerah yang saat ini Padukuhan Ketingan. Kromo Ijoyo lantas memutuskan untuk tinggal di Ketingan.
"Waktu itu ya cikal bakalnya di Ketingan. Kalau ceritanya dulu ada tiga (orang), yang satu di daerah Sleman yang satu daerah Godean. Tiga salah satunya ya Mbah Kromo Ijoyo," tuturnya.
Mardiharto mengungkapkan dari cerita di masyarakat, Kromo Ijoyo merupakan salah satu prajutrit Pangeran Diponegoro. Namun, Mardiharjo mengaku tidak dapat memastikan kebenaran dari cerita tersebut.
"Iya katanya gitu (prajurit Pangeran Diponegoro), tapi itu kan cuma cerita-cerita. Cerita itu pas atau tidak, atau ditambah-tambahi saya nggak tahu," ucap Mardiharto.
Mardiharto menyampaikan di sebelah makam Kyai Kromo Ijoyo terdapat satu makam lagi. Makam tersebut adalah makam pejuang yang gugur setelah tertembak Belanda.
"Itu dari keraton juga, itu namanya Den Tejo. Saya masih ingat itu tentara ditembak Belanda terus dimakamkan di situ, tapi sudah dipindah ke makam pahlawan, iya tinggal nisanya. Memindahnya itu saya masih kecil," bebernya.
Makam Kyai Kromo Ijoyo lanjut Mardiharjo selama ini memang banyak didatangi untuk berziarah.
"Banyak yang ziarah. Ya kalau malam Jumat Kliwon, malam Selasa Kliwon sampai sekarang masih banyak yang ke sana," urainya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.