Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mengapa Obat Sirup Dulu Aman tapi Kini Berbahaya? Begini Penjelasan Pakar Farmakologi UGM

Kompas.com, 24 Oktober 2022, 16:13 WIB
Muhamad Syahrial

Editor

Sumber

KOMPAS.com - Pakar Farmakologi Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Zullies Ikawati, mengatakan bahwa saat ini banyak orang tua yang heran perihal obat sirup yang dahulu aman dikonsumsi kini jadi berbahaya.

Zullies menjelaskan, setidaknya terdapat 3 faktor yang mungkin menjadi penyebab munculnya etilen glikol (EG) dan dietilen glikol (DEG), zat berbahaya yang ditemukan pada pasien gangguan ginjal akut.

"Dulu aman-aman saja, sekarang kok bahaya? Sebetulnya ada beberapa kemungkinan, yang pertama, mungkin memang ada perubahan sources atau perubahan sumber bahan baku, tetapi ini tentu saja harus dikonfirmasi kepada industrinya," kata Zullies, dikutip dari TribunJabar.id, Senin (24/10/2022).

Akan tetapi, dia menuturkan, kemungkinan tersebut dapat dibantah bila produsen bisa memperlihatkan dokumen yang menunjukkan ketiadaan zat berbahaya di dalam obat buatannya.

Baca juga: Dinkes Kota Yogyakarta Minta Masyarakat Kembalikan Obat Sirup jika Ada Gejala Gagal Ginjal Akut

"Jika memang industri farmasi bisa menunjukkan dokumen yang valid bahwa tidak ada perubahan bahan baku, yang dulu aman-aman begitu, maka possibility ini menjadi gugur ya," ujar Zullies.

Faktor kedua, Zullies melanjutkan, penyimpanan yang tidak tepat bisa juga menjadi penyebab munculnya zat berbahaya tersebut pada obat sirup.

Dia menerangkan, jika terjadi penguraian polietilen glikol pada saat penyimpanan obat, hal itu dapat menghasilkan cemaran zat berbahaya seperti EG dan DEG.

"Faktor yang kedua, mungkin ada faktor misalnya peruraian selama penyimpanan. Bisa saja polietilen glikol, gliserol, atau apa saja yang menjadi bahan baku (obat sirup), yang sebetulnya itu adalah wajar, mengalami peruraian selama penyimpanan," ucap Zullies.

Baca juga: Obat Sirup Anak Dilarang, Dinkes Padang Sarankan Ini jika Anak Demam

"Misalnya ketika di masyarakat disimpan secara tidak tepat, kena paparan panas dan sebagainya," imbuhnya.

Meski begitu, Zullies mengungkapkan, faktor ini tidak bisa menjadi landasan penyebab ratusan anak di Indonesia terkena gangguan ginjal akut.

Pasalnya, sejak dulu banyak orang tua yang menyimpan obat di tempat sejuk dan jauh dari paparan sinar matahari.

"Tetapi ini memang tidak bisa menjawab 'kenapa dulu tidak (bahaya), kok sekarang iya?' Padahal kan cara menyimpan (obat) orang ya sama-sama saja seperti yang dulu. Jadi possibility ini mungkin bisa gugur juga," paparnya.

Faktor berikutnya, Zullies menambahkan, yakni tindakan menyimpang (misconduct) dalam proses pembuatan obat.

Baca juga: Dinkes dan Polres Salatiga Kunjungi Apotek, Imbau Pemilik Tidak Jual Obat Sirup

Namun demikian, menurutnya, hal ini perlu pembuktian yang akurat karena dapat berkaitan dengan hukum.

"Possibility yang ketiga adalah mungkin memang ada misconduct di dalam (proses) pembuatan (obat), tetapi yang ini kan harus dibuktikan secara benar-benar akurat, karena ini berimplikasi hukum," jelasnya.

Halaman:


Terkini Lainnya
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Pedagang TTS dan Kartu Pos di Yogyakarta Terus Bertahan: Tetap Laris di Kalangan Turis
Yogyakarta
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Berpotensi Viral, Pelaku Wisata di Gunungkidul Diimbau Tak 'Nutuk' Harga saat Libur Nataru
Yogyakarta
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Cerita Kusir Andong Malioboro Sambut Nataru: Kuda Diberi Jamu Bergizi hingga Waspada Musik
Yogyakarta
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Basuki Pastikan Kantor Wapres di IKN Segera Selesai
Yogyakarta
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Simak Jalur Alternatif Masuk Yogyakarta di Libur Natal-Tahun Baru, Jangan Sampai Terjebak Macet!
Yogyakarta
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Bantul kirim Tim Kesehatan ke Aceh Tamiang
Yogyakarta
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Target Kunjungan Wisatawan ke Sleman Saat Nataru Turun Dibandingkan Tahun Lalu, Ini Alasannya
Yogyakarta
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Viral Video Mahasiswa Diduga Mabuk Bikin Onar di Gamping Sleman, Ditangkap Polisi
Yogyakarta
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
UMP 2026 Tak Kunjung Terbit, Buruh Yogyakarta Resah dan Khawatir Dialog Jadi Formalitas
Yogyakarta
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Sleman Bersiap Hadapi Lonjakan Arus Nataru, Dishub Petakan Titik Rawan Macet
Yogyakarta
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Pemerintah Tak Kunjung Tetapkan Formula UMP, Pengusaha Yogyakarta: Kami Butuh Kepastian Aturan
Yogyakarta
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Swasta Boleh Tarik Tarif Parkir 5 Kali Lipat di Jogja, Aturannya Terbit Era Haryadi Suyuti
Yogyakarta
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Sultan Minta Pemkot Yogyakarta Tertibkan Parkir Liar: Kalau Kewalahan, Saya Terjun!
Yogyakarta
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Baru Saja Dilantik, 2.018 PPPK Kulon Progo Langsung Pecahkan Rekor Dunia Lewat Macapat
Yogyakarta
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Tak Pandang Hari Libur, Pengawasan Ibu Hamil di Gunungkidul Diperketat demi Kelahiran yang Aman
Yogyakarta
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau