Salin Artikel

Cara Warga Hadapi Cuaca Panas Sleman yang Bisa Capai 34 Derajat Celcius

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mencatat bahwa Senin, 13 Oktober 2025, merupakan hari terpanas di DIY.

Kepala Stasiun Meteorologi BMKG Yogyakarta, Warjono, menjelaskan bahwa pada Senin, 15 Oktober 2025, DIY mengalami kulminasi atau hari tanpa bayangan.

Data dari BMKG Yogyakarta menunjukkan bahwa Kabupaten Bantul menjadi daerah terpanas dengan suhu mencapai 37,00 derajat Celsius, diikuti oleh Kota Yogyakarta dengan 35,52 derajat Celsius, Kabupaten Sleman 34,62 derajat Celsius, Wonosari di Kabupaten Gunungkidul 33,53 derajat Celsius, dan Kecamatan Wates di Kabupaten Kulon Progo 32,22 derajat Celsius.

“Tanggal 13 Oktober 2025 kemarin, merupakan hari tanpa bayangan atau kulminasi maksimum yang terjadi di wilayah Yogyakarta,” ujar Warjono saat dikonfirmasi melalui pesan singkat pada Rabu, 15 Oktober 2025.

Ia menambahkan bahwa suhu maksimum harian biasanya meningkat di sekitar puncak kulminasi, karena radiasi matahari jatuh tegak lurus ke permukaan bumi, sehingga meningkatkan intensitas panas yang diterima.

Cari Coffee Shop

Warga Maguwoharjo, Kabupaten Sleman, Riena, mengaku merasakan suhu panas di Yogyakarta sejak Minggu (12/10/2025).

Menurutnya, suhu panas tidak hanya dirasakan saat siang hari, tetapi juga pada malam hari, sehingga ia terpaksa menghidupkan kipas angin saat tidur.

"Kipasku menyala sampai malam. Sama ya cari tempat adem, paling cari coffee shop,” ucapnya.

Warga lainnya, Ekawati, juga merasakan suhu yang lebih panas pada hari Selasa dibandingkan hari sebelumnya.

“Kalau keluar pakai kaus tangan, jaket, masker kalau di jalan,” ujarnya.

Di dalam ruangan, Ekawati memilih untuk memperbanyak konsumsi air putih dan mengonsumsi buah-buahan yang banyak mengandung air.

“Kalau di dalam ruangan banyak minum air putih dan mengkonsumsi buah kaya, semangka, dan melon,” tambahnya.

Sebelumnya, banyak pengguna media sosial X (Twitter) mengeluhkan suhu udara yang semakin panas dan cuaca yang sangat terik di berbagai daerah.

Fenomena ini memicu pertanyaan mengenai penyebab cuaca panas di Indonesia belakangan ini.

Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, menjelaskan bahwa suhu panas yang dirasakan sejak pagi hingga malam hari disebabkan oleh masa peralihan musim atau pancaroba.

“Beberapa wilayah Indonesia belakangan ini mengalami suhu udara yang terasa lebih terik, bahkan di pagi dan malam hari. Fenomena ini erat kaitannya dengan masa peralihan musim atau pancaroba, dari kemarau menuju musim hujan,” ujar Guswanto kepada Kompas.com pada Senin.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/10/15/170322078/cara-warga-hadapi-cuaca-panas-sleman-yang-bisa-capai-34-derajat-celcius

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com