Salin Artikel

Ada 461 Ponpes di DIY, Kemenag Tak Tahu Apakah Punya IMB atau Tidak

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengaku belum memiliki data pasti terkait Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)—dulu dikenal sebagai Izin Mendirikan Bangunan (IMB)—di seluruh pondok pesantren di wilayahnya.

Isu PBG di Pondok Pesantren ini mencuat setelah ambruknya mushala Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo Jawa Timur, yang menyebabkan 54 korban meninggal dunia dan 13 lainnya masih hilang tertimbun reruntuhan.

Kepala Bidang Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Kanwil Kemenag DIY, Aidi Johansyah, mengakui hingga kini pihaknya belum melakukan pendataan terkait PBG di ratusan ponpes di DIY.

“Belum mendata secara pasti apakah pesantren-pesantren kita di kita itu punya izin IMB (sekarang PBG) atau tidak. Belum mendata, secara pasti belum mendata,” ujar Aidi saat dihubungi, Senin (6/10/2025).

Aidi pun mengakui, sejauh ini Kemenag belum mensyaratkan kepemilikan PBG dalam proses perizinan pendirian pondok pesantren.

Namun, pihaknya telah mengusulkan agar izin bangunan menjadi syarat wajib pendirian ponpes.

“Kemarin ada rapat secara nasional dengan pak direktur, kita sudah menyampaikan ya memang harapannya sudah lama itu diusulkan agar izin pondok pesantren ada syarat untuk izin bangunan,” katanya.

Di DIY sendiri, terdapat 461 pondok pesantren dengan total sekitar 60 ribu santri. Namun, hingga kini Kemenag belum tahu berapa banyak yang memiliki izin bangunan resmi.

Aidi menjelaskan, sebagian besar bangunan pesantren di DIY didirikan secara swadaya masyarakat.

“Masih swadaya, kemudian ketika ada bantuan pemerintah mestinya hanya digunakan satu lantai dijadikan dua lantai karena keterbatasan anggaran begitu,” ujarnya.

Ia berharap ke depan, izin pendirian pondok pesantren dapat dilengkapi dengan dokumen PBG agar aspek keselamatan bangunan lebih terjamin. Namun, pendataan baru bisa dilakukan setelah ada instruksi resmi dari pemerintah pusat.

“Iya, yang jelas kita menunggu bagaimana pusat. Kita sudah sampaikan harapan kami seperti itu,” kata Aidi.

Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) DIY, Ni Made Dwi Panti Indrayanti, menegaskan bahwa semua bangunan publik, termasuk pondok pesantren, wajib memiliki PBG.

“Harus, kalau kita minta IMB kan suruh memperlihatkan desainnya seperti apa. Kalau itu (gedung) digunakan untuk publik harus ada asesmen dari dinas terkait,” ucap Made.

Ia menambahkan, pembangunan gedung publik seperti pondok pesantren sebaiknya dilakukan dengan pendampingan dari dinas teknis terkait untuk memastikan keamanan struktur.

“Ketika mau membangun, dari sisi strukturnya agak kompleks, sebaiknya berdiskusi dengan dinas terkait,” katanya.

Hanya 50 Pesantren Punya PBG

Sebelumnya, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Dody Hanggodo menyebut, dari 42.433 pondok pesantren di Indonesia, baru 50 pesantren yang memiliki izin Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).

Hal itu disampaikan Dody usai insiden ambruknya Ponpes Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur beberapa waktu lalu.

“Kalau itu harusnya kan semua pesantren ada izin, dulu Izin Mendirikan Bangunan saat ini namanya berganti PBG. Nah, itu PBG kewenangannya tidak di pemda, kita koordinasi Kemendagri dan Kemenag. Karena ponpes di bawah Kemenag,” kata Dody, Minggu (5/10/2025).

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/10/06/161218278/ada-461-ponpes-di-diy-kemenag-tak-tahu-apakah-punya-imb-atau-tidak

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com