H.U menjabat sebagai Direktur Pengembangan Usaha dan Inkubasi pada Direktorat Pengembangan Usaha dan Inkubasi UGM.
Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Lukas Alexander, menjelaskan bahwa dugaan korupsi ini terkait dengan Program Cocoa Teaching and Learning Industry (CTLI) yang dilaksanakan pada tahun 2019.
"Pengadaan biji kakao antara pengembangan usaha inkubasi Universitas Gadjah Mada dengan PT Pagilaran," ungkap Lukas saat konferensi pers di kantornya pada Rabu (13/8/2025).
Menurut Lukas, kasus ini bermula pada tahun 2019 ketika PT Pagilaran mengajukan pencairan kontrak pengadaan biji kakao.
Untuk mendapatkan uang muka, pihak terkait membuat dokumen yang seolah-olah menunjukkan adanya pengadaan biji kakao.
"Tersangka H.U berdasarkan alat bukti yang cukup kuat kita telah jadikan tersangka," lanjutnya.
H.U diduga berperan dalam memproses pembayaran dan menyetujui pengajuan pembayaran sebesar Rp 7,4 miliar untuk kontrak biji kakao yang ternyata tidak pernah ada.
"Untuk kontrak biji kakao yang tidak ada tadi," tegas Lukas.
Dia dijerat Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Subsidair : Pasal 3 jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipokor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Satu tersangka lain
Dalam kasus ini, Kejati juga menetapkan mantan Direktur Utama PT Pagilaran berinisial RG sebagai tersangka.
Dalam pelaksanaannya, RG memalsukan sejumlah dokumen seperti nota timbang dan surat pengiriman seolah-olah telah terjadi pembelian biji kakao.
"Asal dana memang dari UGM, tetapi pengelolaan sepenuhnya berada di tangan PT Pagilaran," kata Lukas di Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Jumat (9/5/2025).
Modus operandi yang dijalankan RG dinilai rapi karena mengandalkan dokumen-dokumen formal yang lazim dipakai dalam transaksi logistik.
Namun, hasil penyidikan membuktikan tidak ada aktivitas fisik distribusi barang seperti yang tertera dalam dokumen.
"Pembayaran dilakukan seolah-olah untuk pengadaan biji kakao. Namun setelah kami telusuri, tidak ada aktivitas distribusi barang sama sekali,” ungkap Lukas.
RG diduga menjadi tokoh sentral dalam pembuatan dan pengaturan dokumen fiktif tersebut. Akibat perbuatannya, negara dirugikan hingga mencapai Rp 7 miliar.
https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/08/13/180610578/pejabat-ugm-jadi-tersangka-korupsi-pengadaan-biji-kakao-fiktif-rp-74