Salin Artikel

Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon, Kapolda DIY: Ada 7 Tersangka, Tiga Ditahan Hari Ini

Bahkan Rabu (18/6/2023) hari ini, ada tiga tersangka yang ditahan. 

"Total 3 ditahan, tujuh tersangka. Yang ditahan hari ini 3, yang lainnya masih pemanggilan,” ujar Anggoro usai pertemuan dengan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X, di Kantor Gubernur DIY, Kota Yogyakarta, DIY, Rabu.

Saat disinggung soal peran ketiga tersangka yang akan ditahan, dia belum menjelaskan secara rinci. Namun dia memastikan ketiganya terlibat dalam kasus mafia tanah Mbah Tupon.

“Tiga tersangka itu BR, TR, dan FT terkait laporan polisi 248 2025, pelapornya Heri Setyawan,” kata dia.

Ketiga tersangka ini dilakukan penahanan lantaran untuk mempermudah penyidikan lebih lanjut.

“Menurut penyidik diperlukan penahanan untuk mempercepat proses sehingga yang bersangkutan bisa diselesaikan pemeriksaannya,” ujarnya.

Kubu Mbah Tupon Ungkap Jumlah Tersangka

Hingga berita ini diturunkan, belum ada penjelasan resmi dari pihak Polda DIY soal nama-nama tersangka di kasus mafia tanah Mbah Tupon.

Awal terungkapnya ada 7 tersangka di kasus ini justru datang dari pengacara Mbah Tupon, Sukiratnasari.

"Memang sudah ditetapkan tujuh tersangka," katanya, Jumat (14/6/2025).

Mereka adalah BR, Tr, Ty, FW, IF, MA, dan AR.

Salah seorang tersangka bahkan berbalik melakukan gugatan perdata ke Mbah Tupon. Tersangka itu bernama Achmadi.

Kenapa Tersangka Malah Gugat Mbah Tupon?

Advokat Juni Prasetyo Nugroho selaku kuasa hukum salah satu tersangka dalam kasus dugaan mafia tanah Mbah Tupon, Achmadi, membenarkan pihaknya turut melaporkan perkara perdata Mbah Tupon.

Namun, Ia menyampaikan bahwa dalam kasus gugatan perdata ini, Mbah Tupon tidak menjadi fokus utamanya.

Mbah Tupon yang bernama asli Tupon Hadi Suwarno ini hanya sebagai syarat formal dalam laporan terhadap dua orang tergugat notaris berinisial TR dan AR.

"Kami ingin menyampaikan bahwa Mbah Tupon diajukan sebagai para pihak (tergugat) semata-mata untuk memenuhi gugatan formal kami. Perkara perdata ini siapapun yang disebut dalam kronologi jadi para pihak," kata Juni, Rabu (28/5/2025).

Dia menyampaikan bahwa walaupun Mbah Tupon menjadi tergugat 3 dalam kasus perdata yang diajukan, dia memastikan tidak ada konsekuensi hukum yang menimpa Mbah Tupon.

"Tidak mempunyai tuntutan hukum apapun yang menyebabkan Mbah Tupon ataupun keluarganya dirugikan," ujarnya.

Lalu, saat disinggung soal tuntutan ganti rugi sebesar Rp 1 miliar, dia juga memastikan tuntutan ganti rugi itu tidak dialamatkan kepada Mbah Tupon. Namun, gugatan itu dialamatkan kepada TR sebagai tergugat pertama.

"Materiil (gugatan) Rp 500 juta dan inmateriil Rp 1 miliar. Faktor Bu Indah perempuan hanya ibu rumah tangga, hanya dipinjam nama. Dia tidak pernah tahu tentang hal itu (kasus mafia tanah)," ujarnya.

Pihaknya menggugat TR lantaran TR dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum, yakni memberikan informasi yang berbeda kepada Achmadi.

Saat itu, menurut Juni, TR memberikan informasi bahwa ada seseorang yang membutuhkan uang, yakni Mbah Tupon, untuk pinjaman dengan agunan berupa sertifikat tanah dan bisa dibalik nama setelah 2 sampai 4 tahun.

Namun, Mbah Tupon pada saat itu hanya menginginkan untuk pecah sertifikat.

"Perbuatan melawan hukum kesepakatan lisan. Kesepakatan lisan itu bertentangan dengan undang-undang ketika Mbah Tupon pecah sertifikat, di satu sisi Pak Achmadi menanggapi jaminan," kata dia.

Apa Reaksi Mbah Tupon?

Keluarga Mbah Tupon sendiri telah mengetahui bahwa Tupon ikut digugat di Pengadilan Negeri Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Menurut Heri, pihaknya tidak merasa tertekan dengan gugatan tersebut dan akan mengikuti proses hukum yang sedang berjalan.

"Sudah tahu, kemarin pas Mbak Kiki (Suki Ratnasari, kuasa hukum) ke sini," ungkap Heri Setiawan, anak sulung Mbah Tupon, saat dihubungi wartawan pada Selasa (18/6/2025).

(Penulis: Wisang Seto Wisanggeni)

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/06/18/171403378/kasus-mafia-tanah-mbah-tupon-kapolda-diy-ada-7-tersangka-tiga-ditahan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com