Salin Artikel

Mengintip Tradisi Nyadran Pasar di Saren Sleman: Jodhang, Makanan Sakral, dan Kebersamaan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Rabu (19/2/2025) pagi tadi, ratusan warga berbondong-bondong menuju Pasar Wonosari, Padukuhan Saren, Kalurahan Wedomartani, Kapanewon Ngemplak, Kabupaten Sleman.

Mereka datang dengan penuh semangat, berjalan kaki atau mengendarai sepeda motor, membawa berbagai makanan yang tertata rapi dalam tenong bambu, baki, hingga tenggok.

Tak hanya itu, beberapa warga juga tampak memikul jodhang—kotak kayu berbentuk persegi panjang yang berisi aneka hidangan. Jodhang itu ditutup dengan kain, menambah kesakralan perjalanan mereka menuju pasar.

Dengan langkah mantap, mereka berjalan bersama, membawa warisan budaya yang terus dilestarikan dari generasi ke generasi.

Setibanya di pasar, ratusan warga segera mengambil tempat di sepanjang los pasar.

Berbagai makanan yang mereka bawa—dari jajanan pasar, tumpeng, hingga lauk pauk—ditata berjajar, memenuhi meja-meja tempat para perempuan duduk. Kebersamaan dan semangat gotong royong begitu terasa, menciptakan suasana penuh kekhidmatan.

Hari itu bukan sekadar hari biasa. Warga berkumpul untuk melaksanakan tradisi Nyadran Pasar, sebuah ritual sakral yang telah berlangsung turun-temurun.

Nyadran Pasar menjadi wujud syukur sekaligus doa bersama menjelang bulan suci Ramadan.

Bagi masyarakat Padukuhan Saren, Kalurahan Wedomartani, tradisi ini bukan hanya tentang berbagi makanan, tetapi juga tentang mempererat silaturahmi dan menjaga harmoni dalam kehidupan bermasyarakat.

"Nyadran ini dilaksanakan setiap tahun sekali, saat sasi (bulan) Ruwah," ujar Dukuh Saren, Hadi Pandrio saat ditemui di Pasar Wonosari, Wedomartani, Kapanewon Gemplak, Kabupaten Sleman, Rabu (19/02/2025).

Di Padukuhan Saren, Kalurahan Wedomartani, tradisi Nyadran Pasar sudah berlangsung turun-temurun, menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan warga.

"Acara ini kita laksanakan untuk nguri-uri tradisi, meneruskan yang sudah diwariskan oleh nenek moyang, yakni cikal bakal Dusun Saren. Alhamdulillah lestari hingga saat ini, jadi tiap tahun pasti dilaksanakan," tutur Hadi.

Tradisi Nyadran Pasar

Sebelum puncak acara Nyadran Pasar digelar, warga terlebih dahulu melakukan serangkaian kegiatan persiapan. Mereka bergotong royong membersihkan lingkungan sekitar, termasuk tiga makam yang ada di Padukuhan Saren.

"Bersih-bersih dilakukan secara gotong-royong, setelah selesai dilanjutkan dengan nyekar atau tabur bunga dengan tujuan mendoakan para leluhur, orangtua kita yang sudah meninggal," ucapnya.

Setelah prosesi pembersihan dan tabur bunga selesai, warga berbondong-bondong menuju Pasar Wonosari untuk mengikuti acara puncak.

Di sana, mereka berkumpul dalam kebersamaan, membuka rangkaian acara dengan doa bersama sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur.

Hadi bercerita tentang beragam makanan yang dibawa oleh warga dalam tradisi ini. Namun, ada tiga jenis hidangan yang selalu menjadi bagian utama: ketan, apem, dan kolak. Selain itu, warga juga membawa tumpeng, ingkung utuh, dan aneka buah-buahan sebagai pelengkap.

Menurut Hadi, tiga makanan utama tersebut bukan sekadar sajian, tetapi memiliki makna tersendiri. Ia mencontohkan bahwa ketan melambangkan persatuan dan kesatuan warga, karena sifatnya yang lengket dan merekat.

"Ini sifatnya sedekah dan sebagai ucap syukur kepada Yang Maha Kuasa. Tujuannya adalah kita nikmati bersama, kita makan bareng-bareng biar guyub, rukun, semua bisa merasakan yang sama," tuturnya.

Menjaga "Jodhang" Warisan Leluhur

Di sudut los utara Pasar Wonosari, Titik Marwati (58) duduk tenang di belakang sebuah wadah kayu berbentuk persegi panjang yang disebut "jodhang".

Wadah ini bukan sekadar tempat menyimpan makanan, tetapi juga simbol warisan leluhur yang masih dilestarikan hingga kini. Di dalamnya, berbagai macam hidangan tertata rapi, siap dibagikan dalam rangkaian tradisi Nyadran Pasar.

Titik tidak sendiri. Ia duduk bersama warga perempuan lainnya, semua membawa jodhang berisi makanan yang nantinya akan disantap bersama. 

Bagi Titik, jodhang yang ia gunakan bukan sekadar wadah biasa. Ia telah memilikinya sejak lama, bahkan diwariskan dari generasi ke generasi.

"Ini namanya jodhang. Ini sudah lama sekali, sejak simbah buyut saya. Jodhang ini turun-temurun dan masih bisa dipakai," tutur Titik, sembari mengusap permukaan kayu jodhang miliknya.

Jodhang ini terbuat dari papan kayu, dan di masa lalu biasanya menggunakan kayu jati agar lebih awet.

Sebagai bentuk perawatan, setelah digunakan, jodhang akan disimpan kembali dengan tambahan kapur barus agar tetap terjaga kualitasnya.

"Ini milik pribadi, keluarga. Biasanya kalau sudah selesai acara ya disimpan lagi. Biasanya agar awet saat disimpan itu diberi kapur barus," ucapnya.

Lebih dari Sekadar Wadah, Jodhang Punya Makna Filosofis

Bagi Titik, mempertahankan penggunaan jodhang bukan hanya soal kebiasaan, tetapi juga bentuk pelestarian budaya. Selain memiliki nilai historis, jodhang juga lebih praktis karena dapat menampung banyak makanan dalam satu wadah.

"Di samping sudah turun-temurun, dari awal memang pakai jodhang. Ini kan muat banyak, jadi membawa makanannya mudah," katanya.

Makanan yang dibawa pun beragam, ada yang dimasak sendiri dan ada pula yang dibeli. Setiap keluarga membawa makanan sesuai kemampuan mereka, mencerminkan nilai kebersamaan dalam tradisi Nyadran Pasar.

"Makanan seperti nasi, lauk itu saya masak sendiri, kalau jajanan pasar beli. Jaman dulu makanan masak sendiri semua dan dari hasil kebun," ujar Titik.

Sejak kecil, Titik telah menjadi bagian dari Nyadran Pasar. Kini, meski ia telah menetap di desa lain mengikuti suaminya, acara ini tetap menjadi agenda wajib baginya setiap tahun.

"Saya kan ikut suami, ibu saya yang masih tinggal di sini. Saya pasti meluangkan waktu untuk acara ini," pungkasnya dengan senyum penuh kebanggaan.

Nyadran Pasar bukan hanya soal berbagi makanan, tetapi juga tentang merawat nilai-nilai leluhur dan mempererat tali silaturahmi antarwarga.

Dan di antara semua elemen tradisi yang masih bertahan, jodhang tetap menjadi simbol yang membawa jejak masa lalu ke dalam kehidupan hari ini.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/02/19/193646078/mengintip-tradisi-nyadran-pasar-di-saren-sleman-jodhang-makanan-sakral

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com