Salin Artikel

Rip Current Paling Berbahaya Ada di Pantai Drini

Sekretaris Satlinmas Rescue Istimewa Wilayah Operasi II Pantai Baron, Surisdiyanto mengatakan bahwa rip current adalah arus balik yang terbentuk akibat arus datang tegak lurus garis pantai.

"Arus menemui garis pantai yang melengkung. Rip current biasanya ditandai dengan adanya jeda di antara barisan gelombang pecah," kata Suris saat dihubungi melalui telepon pada Rabu (29/1/2025).

Pihaknya bekerja sama dengan Universitas Gadjah Mada (UGM) untuk melakukan penelitian mengenai rip current selama lima tahun terakhir.

"Kebanyakan wisatawan itu diingatkan nekat dan terseret rip current," kata Suris.

Untuk kawasan Pantai Drini, berada di sebelah barat atau di sekitar jalur perahu nelayan, sekitar depan pos Satlinmas.

Biasanya, nelayan melewati jalur itu karena mudah saat akan melaut.

Suris mengatakan, hampir semua kawasan pantai di Gunungkidul memiliki rip current.

Namun, yang paling berbahaya ada di kawasan Pantai Drini, apalagi banyak pengunjungnya.

"Drini pas di jalur kapal itu. Itu yang paling berbahaya," ucap dia.

"Kami menyarankan kepada wisatawan untuk bermain air di kawasan kano atau sisi timur," kata Suris.

Suris menyebut tim Satlinmas, nelayan, dan warga, baik melalui pengeras suara maupun diingatkan langsung kepada wisatawan terkait keberadaan rip current tersebut.

Namun demikian, tidak sedikit wisatawan yang nekat bermain.

Koordinator Satlinmas Rescue Istimewa Wilayah Operasi II Pantai Baron, Marjono menyampaikan bahwa pihaknya tidak melarang wisatawan untuk bermain air.

Namun, tetap mematuhi imbauan petugas dan rambu yang sudah dipasang.

"Ya, kadang diingatkan, mereka menjawab, 'Kami ke pantai untuk bermain air, Pak'," kata Marjono menirukan wisatawan beberapa waktu lalu.

Pihaknya akan terus berupaya memberikan yang terbaik untuk menjaga wisatawan yang berkunjung dari Poktunggal hingga Bukit Paralayang.

Saat itu, petugas menyebarkan cairan untuk mengetahui rip current.

Cairan yang digunakan untuk mengetahui rip current merupakan pewarna buatan dari bahan dasar cairan garam.

Hal ini tidak berbahaya bagi biota laut. Cairan ini biasanya digunakan dalam penelitian goa, tetapi saat ini digunakan untuk penelitian di laut.

Dikatakannya, rip current adalah ancaman besar di seluruh dunia yang menelan ratusan korban karena biasanya korban tidak mengetahui ancaman tersebut.

Salah satu tujuan memberikan edukasi kepada masyarakat adalah efek dramatis dengan cairan pewarna.

"Pewarna ini akan memudahkan deteksi rip current, dan secara visual akan terlihat dengan jelas. Membantu masyarakat memahami efek yang dirasakan," kata Hendy.

Rip current yang diteliti berada di Pantai Sepanjang.

Ada dua lokasi, yakni sisi barat dan sisi timur pantai yang memiliki pasir putih itu.

Ada dua tipe rip current di pantai ini meski dasarnya sama, yakni arus yang dikontrol kondisi dasar perairan.

Ada rataan terumbu dan ada celah. Kalau ada gelombang ke arah darat, akan dibelokkan ke celah tersebut.

Rip current di Gunungkidul memiliki tipe menetap. Untuk sisi barat, sedikit berbeda karena turut dipengaruhi tebing sisi barat. 

Selain itu, ada rip current yang terjadi karena ada pembatas dan biasanya arusnya berbelok di sekitar tebing.

"Kalau lebih jauh, datanya masih kita olah seperti kecepatan dan jaraknya sejauh dari bibir pantai, masih kita proses nanti," kata Hendy.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2025/01/29/150207378/rip-current-paling-berbahaya-ada-di-pantai-drini

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com