Salin Artikel

Kronologi Kasus Penyiraman Air Keras Mahasiswi di Yogyakarta, Sakit Hati Diputus Pacar

Kedua pelaku yang ditangkap adalah B alias Billy, yang berasal dari Kalimantan Barat, dan S alias Satim, warga Kuningan, Jawa Barat.

Kasatreskrim Polresta Yogyakarta, Kompol Probo Satrio, menjelaskan bahwa Billy dan korban sebelumnya menjalin hubungan pacaran sejak 2021, namun hubungan tersebut berakhir pada Agustus 2024.

"Kemudian yang laki-laki merasa tidak terima. Laki-laki ini (pelaku) adalah mahasiswa S2 di salah satu perguruan tinggi di Yogyakarta, tidak menerima putus dari pacarnya," ujar Probo saat ditemui di Polresta Yogyakarta, Kamis (26/12/2024).

Kronologi kasus penyiraman air keras mahasiswi di Yogyakarta

Singkat cerita lanjut Probo, Billy tidak terima diputus oleh korban lalu berusaha meminta menjalin hubungan kembali sejak Agustus 2024, namun korban menolaknya.

"Akhirnya B mengancam korban. Intinya kalau mereka tidak bisa bersatu, kalau nanti sakit ya sakit semua, sama-sama merasakan. Maksudnya seperti itu, kalau hancur ya hancur semua," beber Probo.

Lalu pada Kamis (12/12/2024), Billy melalui akun Facebook mengunggah pengumuman lowongan kerja.

"B ini memposting di akun Facebooknya dengan postingan bahwa membutuhkan orang yang mau bekerja apa saja," jelasnya.

Selang beberapa jam, unggahan tersebut direspons oleh S alias Satim. Satim menanyakan detail pekerjaan kepada Billy.

Lanjut Probo, kedua pelaku tersebut sepakat untuk komunikasi melalui Whatsapp.

Dari chat itu Billy mengaku sebagai perempuan bernama Senlung dan mengarang cerita bahwa suaminya selingkuh dengan seorang perempuan.

"Membuat cerita (B) dia dikhianati oleh suaminya. Dikhianati oleh suaminya oleh seorang pelakor," kata dia.

"Nah pelakor adalah korban yang dimaksud," kata dia.

Pelaku meminta bayaran Rp 7 juta

Mendengar cerita dari Billy, Satim menyanggupinya dan meminta bayaran sebesar Rp 7 juta.

"Uang 7 juta itu akan digenapi setelah eksekusi dilaksanakan. Tapi, sebelum eksekusi dilaksanakan eksekutor meminta uang operasional," bebernya.

Lanjut Probo, karena Billy tidak mau bertemu langsung dengan S, uang operasional itu diberikan dengan cara COD.

"Tidak mau transfer, dia COD di suatu tempat. Uang itu dibungkus plastik, ditaruh di suatu tempat, kemudian diambil oleh eksekutor," ucap Probo.

Uang operasional yang disepakati total sebanyak Rp 1,6 juta. Uang tersebut digunakan Satim untuk membeli air keras, hingga pembelian jaket ojek online.

Setelah mendapatkan apa yang dibutuhkan, Satim lalu diberikan alamat kos korban oleh Billy. Lalu, Satim sempat mendatangi kos korban sebanyak 6 kali.

"Survei ketiga, keempat, kelima, itu sebetulnya sudah mau dieksekusi. Mau disiramkan air keras itu, tapi ternyata korban tidak ada di kos," kata dia.

Disiram saat korban selesai mandi

Lalu, Billy mendapatkan informasi bahwa korban pada Selasa (24/12/2024) akan berangkat ke gereja untuk ibadah Natal.

Mengetahui informasi itu, lalu Billy menghubungi S untuk segera mengeksekusi korban.

Satim pun menuju kos korban lengkap dengan menggunakan jaket ojek online dan masker, serta membawa air keras yang dibawa dengan gelas plastik seolah-olah sedang mengirim es teh ke korban.

"Karena pintunya kos itu agak terbuka, pelaku langsung membuka pintu itu dan melihat si korban itu sedang selesai mandi. Selesai mandi, langsung disiramkan air keras itu. Terkena muka dan sekujur tubuh. Kemudian korban teriak, teriak keras, akhirnya pelaku langsung lari," katanya.

Korban berteriak dan ditolong oleh warga sekitar.

Sebelumnya, mahasiswi asal Kalimantan Barat (Kalbar) menjadi korban penyiraman air keras saat malam Natal.

Peristiwa ini dibenarkan oleh Kasat Reskrim Polresta Yogyakarta Kompol Probo Satrio.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/12/26/171246278/kronologi-kasus-penyiraman-air-keras-mahasiswi-di-yogyakarta-sakit-hati

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com