Salin Artikel

Kasus Jual Beli Bayi di Yogyakarta, 66 Orangtua dan Pembeli Akan Dipanggil Polisi Minggu Ini

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Untuk mengungkap kasus jual beli bayi yang dilakukan bidan dan pemilik rumah bersalin di Tegalrejo, Kota Yogayakarta, Minggu ini, Polda DIY berencana memanggil orangtua kandung bayi dan pembeli bayi untuk dimintai keterangan.

Polisi telah mengantongi 66 identitas orangtua yang diketahui dari catatan milik kedua pelaku.

Endriadi menjelaskan bahwa pihaknya telah mengamankan buku catatan milik kedua pelaku yang berisi data registrasi orangtua bayi di rumah bersalin tersebut.

Dalam buku yang diamankan terdapat data KTP dari orangtua yang terlibat.

"Kita dapat (data orangtua) dari buku registrasi mereka. Ada KTP yang menitipkan di situ, rencana akan kita undang 66 orangtua bayi itu," ucapnya.

Sebanyak 66 orangtua bayi tersebut akan dipanggil untuk dimintai keterangan.

Selain itu, pihaknya juga akan memanggil para pembeli bayi dari kedua pelaku.

"Sementara (para pembeli) kita undang dulu, kita mintai klarifikasi. Sambil mencari pasal yang diterapkan nantinya," tuturnya.

Endriadi menekankan bahwa saat ini penyidikan masih fokus pada pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi jual beli bayi.

"Yang kita sidik adalah yang mentransaksikan atau memperjualbelikan, itu yang sementara kita berkas. Fokusnya itu dulu, pengembangannya nanti, karena masa penahanannya terbatas, kan, 60 hari," pungkasnya.

Pengungkapan kasus perdagangan bayi

Sebelumnya, Polda DIY berhasil mengungkap kasus perdagangan bayi setelah menangkap dua pelaku.

Kombes Pol FX Endriadi menjelaskan bahwa pengungkapan ini bermula dari informasi mengenai dugaan perdagangan bayi di wilayah Kota Yogyakarta.

"Tim kami melakukan penyelidikan. Pada 2 Desember 2024, terpantau adanya indikasi kesepakatan pembelian anak perempuan seharga Rp 55 juta dan ada DP Rp 3 juta," ungkapnya dalam jumpa pers, Kamis (12/12/2024).

Setelah penyelidikan, kedua pelaku ditangkap di salah satu rumah bersalin di Tegalrejo.

Pelaku yang ditangkap adalah DM (77), pemilik rumah bersalin, dan JE (44), seorang bidan.

"Jadi yang bersangkutan (pelaku) profesinya terdata sebagai bidan," bebernya.

Saat penangkapan, ditemukan satu bayi perempuan berusia sekitar 1,5 bulan dalam kondisi baik dan sehat.

Endriadi menjelaskan bahwa kedua pelaku menerima dan merawat bayi dari orangtua yang tidak menginginkan anaknya.

"Apabila ada pasangan yang tidak mau merawat bayinya, mereka mendatangi tempat praktik ini, lalu dititipkan dan dirawat oleh para tersangka," tuturnya.

Kedua pelaku kemudian mencari dan menawarkan bayi tersebut kepada orang yang berminat dengan modus mengadopsi.

"Saat ada yang berminat, kemudian dilakukan transaksi penjualan," tambahnya.

Kedua pelaku diduga telah melakukan aksinya sejak tahun 2010.

Berdasarkan buku yang berhasil diamankan, ditemukan data mengenai 66 bayi yang telah dijual, terdiri dari 28 bayi laki-laki dan 36 bayi perempuan, serta 2 bayi tanpa keterangan jenis kelamin.

Kedua pelaku mematok harga bervariasi untuk bayi yang dijual, dengan harga bayi laki-laki lebih mahal dibandingkan bayi perempuan.

"Data terakhir yang disepakati, untuk bayi perempuan Rp 55 juta, bayi laki-laki Rp 60 juta sampai Rp 65 juta," ungkap Endriadi.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/12/17/133939078/kasus-jual-beli-bayi-di-yogyakarta-66-orangtua-dan-pembeli-akan-dipanggil

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com