Salin Artikel

Upacara "Njaluk Udan", Cara Warga Gunungkidul Upayakan Hujan

Kemarau masih belum usai di kabupaten itu. Sudah tampak tanah retak dan pohon daun yang mengering khas musim kemarau dan kekeringan. Harapan warga saat ini hujan turun secepatnya. 

Warga pun tak tinggal diam. Mereka menggelar upacara adat "Njaluk Udan" (meminta hujan). Seperti yang dilakukan warga Kalurahan Giripurwo, Kapanewon Purwosari.

"Kami menggelar upacara njaluk udan biasanya di hari Jumat Kliwon di bulan-bulan September atau Oktober. Tepatnya menjelang masa tanam namun hujan tidak kunjung turun," kata Lurah Giripurwo, Supriyadi saat dihubungi wartawan melalui telepon Jumat (20/9/2024).

Dia mengatakan, upacara adat ini sudah berlangsung turun temurun di kalangan warga Padukuhan Klampok dan Gumbeng.

Upacara ini dipersiapkan masyarakat sejak pagi. Pada siang hari, warga bersama dengan sejumlah tokoh masyarakat dan sesepuh menuju petapaan Andongsari yang berada di atas bukit atau gunung. Mereka membawa beberapa ingkung dan berbagai makanan lainnya.

Selama perjalanan mereka diiringi musik tradisional. Setelah semuanya berkumpul, sesepuh di wilayah atau Rois kemudian mengajak para warga untuk memanjatkan doa.

Beberapa warga meneriakan kata "hujan" sebagai pertanda permintaan hujan kepada Tuhan.

Setelah upacara selesai, seluruh warga makan bersama.

"Ingkung ayam yang dibawa ke lokasi pelaksanaan upacara adat. Termasuk juga kelapa muda yang kemudian diminum setelah didoakan oleh sesepuh," ucap Supriyadi.

"Kami berharap hujan segera turun, karena wilayah kami sumber air sudah mengering," kata dia.

Wilayah tersebut, sejak beberapa bulan lalu sudah mengalami krisis air bersih. Sumber-sumber air pun juga mulai mengering puncaknya terjadi pada Agustus hingga Oktober.

"Warga membeli tangki swasta Rp 150.000 sampai Rp 200.000 yang bisa digunakan sekitar dua minggu," kata dia.

Selain itu monyet ekor panjang mulai meresahkan karena masuk ke lahan dan pekarangan warga.  Dampak lainnya adalah kegiatan pertanian yang terhenti.

Sebelumnya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul, melaporkan jumlah warga terdampak kekeringan mencapai 55.437 jiwa dari 15.684 kepala keluarga (KK).

"Paling banyak terdampak kekeringan itu untuk sementara di Panggang dengan 17.903 jiwa, Tanjungsari 6.872 jiwa dan Girisubo 4.639 jiwa," kata Kepala Bidang (Kabid) Kedaruratan dan Logistik BPBD Kabupaten Gunungkidul, Sumadi saat dihubungi wartawan melalui telepon Jumat (20/9/2024).

Dikatakannya pihak sudah menyalurkan bantuan air bersih dari BPBD 1.000 tangki, CSR 353 tangki dan dari Kapanewon 2.572.

Sumadi mengatakan dari perkiraan BMKG musim kemarau akan terjadi hingga bulan depan. Oleh sebab itu, Pemkab memperpanjang siaga darurat kekeringan hingga tanggal 31 Oktober.

"Tahun ini perkiraan dari BMKG sampai Oktober dasarian ketiga," ucap dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/09/20/232623178/upacara-njaluk-udan-cara-warga-gunungkidul-upayakan-hujan

Terkini Lainnya

Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com