Salin Artikel

Oase di Gunungkidul, Warga Temukan Sumber Air Terbengkalai Saat Kebakaran Lahan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com- Sebagian warga kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta selalu merasakan kekeringan saat musim kemarau.

Sebenarnya, sumber air banyak ditemukan di Gunungkidul. Namun karena keterbatasan anggaran, warga sulit untuk memanfaatkannya.

Salah satunya ada di Padukuhan Turunan, Kalurahan Girisuko, Kapanewon Panggang, Gunungkidul.

Salah seorang warga Padukuhan Turunan RT1/RW1, Purwanto mengatakan, saat ini kekeringan melanda wilayahnya.

Dirinya sudah tidak menghitung berapa tangki air bersih yang dibelinya dari penjual keliling.

"Sudah tiga bulan saya membeli air bersih dari tangki swasta. Sudah tidak dihitung berapa kali belinya," kata Purwanto saat dihubungi melalui telepon Selasa (20/8/2024).

Dia mengatakan, untuk membeli air bersih 5.000 liter, dirinya harus mengeluarkan uang Rp 150.000 per tangki. Itupun harus mengantri menunggu giliran.

"Sekarang antri mas untuk membeli air bersih," ucap dia.

Purwanto mengatakan, asa untuk akses air bersih sebenarnya ada.

Sebab saat terjadi kebakaran lahan di wilayahnya, dirinya tidak sengaja menemukan sumber air yang keluar dari bebatuan.

Kepada kompas.com Purwanto mengirim video air yang keluar dari bebatuan, yang mengalir mirip dengan air bersih keluar dari kran.

Sumber air itu dinamai watu pecah oleh warga, yang artinya batu pecah.

Menurut cerita warga, dulunya sumber air tersebut banyak dimanfaatkan warga. Namun karena sudah lama ditinggalkan, tertutup sampah dan tanah.

"Sumber airnya keluar dari bebatuan, karena kurang terawat sehingga tertutup semak," kata dia.

"Kemarin pas ada kebakaran saya temukan kembali," kata Purwanto.

Selain itu, di wilayah Padukuhan Turunan ada sumber air lainnya. Namun juga belum bisa dimanfaatkan secara maksimal karena keterbatasan anggaran warga.

Dari video yang dikirimkan, terlihat air cukup banyak menggenang.

"Ada sumber air ngebei, samping Padukuhan tetapi belum dimanfaatkan secara maksimal. Semoga ada bantuan dari pihak terkait, karena kami warga sering kesulitan saat memasuki musim kemarau seperti saat ini," kata dia.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Gunungkidul, DI Yogyakarta, mencatat, saat ini ada lebih dari 50 ribu jiwa terdampak kekeringan.

Pihaknya telah mempersiapkan anggaran belanja tidak terduga (BTT) untuk tambahan bantuan dropping air bersih sebanyak 600 tangki.

"Kami sudah lebih dulu mengajukan biar bisa langsung kami sambung pakai BTT," kata Kepala Pelaksana BPBD Gunungkidul Purwono kepada wartawan Minggu (18/8/2024).

Dijelaskannya, hingga Kamis (15/8/2024) warga terdampak hingga sekarang mencapai lebih dari 15.000 kepala keluarga (KK) atau sekitar 53.818 jiwa.

Per hari, BPBD dapat menyalurkan 16 – 24 tangki air, dan sudah lebih dari 600 tangki dengan kuota 1000 tangki.

Hingga kini kekeringan meluas hingga zona tengah seperti Kapanewon Karangmojo dan zona utara seperti Kapanewon Nglipar. Untuk peta kekeringan paling utama di zona selatan seperti Kapanewon Tepus, Panggang, dan Girisubo.

Purwono mengatakan, kemungkinan lokasi kekeringan akan meluas, karena kemarau diperkirakan akan berlangsung hingga Oktober 2024. Untuk itu pihaknya mengimbau agar masyarakat dapat secara bijak menggunakan air.

Kemarau saat ini belum masuk kategori ekstrim.

"Bijak menggunakan air bersih," kata dia.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/08/20/122912178/oase-di-gunungkidul-warga-temukan-sumber-air-terbengkalai-saat-kebakaran

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com