Salin Artikel

Depo Sampah di Mandala Krida Penuh, Pedagang Keluhkan Omzet Anjlok dan Ganggu Kesehatan

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Unggahan video perihal tumpukan sampah yang meluber ke luar depo Mandala Krida, Yogyakarta ramai di media sosial, Jumat (21/6/2024).

Dari pantauan Kompas.com pada hari ini, Sabtu (22/6/2024), tidak terlihat lagi luberan sampah di Mandala Krida.

Kendati demikian, tumpukan sampah masih tampak tinggi hingga melebihi pagar depo Mandala Krida.

Pada Sabtu pukul 11.00 WIB, tampak petugas kebersihan sedang sibuk memindahkan sampah yang menumpuk ke truk sampah berwarna oranye.

Tumpukan sampah di depo sampah Mandala Krida ini kerap mendapatkan keluhan dari masyarakat. Pasalnya, tumpukan sampah setinggi kurang lebih 2 meter ini berdampak pada ekonomi masyarakat dan kesehatan warga.

Keluhan itu salah satunya diungkapkan oleh, Painem (65).

Perempuan yang sehari-hari berjualan nasi kuning di trotoar Stadion Mandala Krida ini mengeluh karena sudah 6 bulan sampah menumpuk. Hal ini membuat omzet usahanya anjlok.

"Dampaknya luar biasa, Idul Fitri itu sampah memuncak. Sudah 6 bulanan itu," ujarnya saat ditemui di lapaknya, Sabtu (22/6/2024).

Bahkan tumpukan sampah ini tak hanya berdampak pada sisi ekonominya, tetapi juga berdampak ke kesehatannya. Setelah adanya tumpukan sampah ini,  Painem mengaku pernah sampai dirawat di rumah sakit.

"Saya sampai jatuh sakit pernah itu mondok (rawat inap) karena berbau enggak kuat. Sampai mondok, ngeri sampahnya," kata dia.

"Anjlok sudah gak turun lagi, anjlok total. Banyak yang enggak mau, sudah berhenti liat (seberang lapak) ada sampah pada lari," kata dia.

Anjloknya omzet jualan Painem ini bahkan lebih parah jika dibandingkan saat pandemi Covid-19 mengamuk. Pasalnya, saat sebelum pandemi Painem dapat menjual nasi kuning 7 kilogram per harinya, lalu saat pandemi turun menjadi 3 kilogram, dan saat sampah memuncak di Depo Mandala tak sampai 2 kilogram.

"Sekarang 2 kilogram aja gak habis, sampai saya tu bingung sampai tombok Rp 2 juta," kata dia.

"Hari apa itu sempat dibongkar sampah pakai backhoe, belum dapat Rp 1.000 pun saya langsung tutup. Karena gak kuat baunya, ucap dia.

Painem berharap masalah sampah di Kota Yogyakarta dapat segera terselesaikan dan dapat kembali lagi seperti semula.

"Harapannya kembali seperti semula, jangan terlalu parah seperti ini," kata dia.

Hal serupa juga disampaikan Lahuri, pedagang Lontong Sayur di area Stadion Mandala Krida. Dirinya, merasakan tumpukan sampah ini berdampak sampai ke omzet jualannya.

"Sebagai pedagang kaki lima kita sudah usul belum ada solusinya, harusnya pemerintah tanggap. Sepi, orang makan duduk saja langsung pergi," kata dia.

Dia menambahkan, saat akhir pekan yakni Sabtu dan Minggu menjadi andalan bagi pedagang di sekitar Stadion Mandala Krida. Pasalnya, banyak orang berolahraga dan sarapan di sekitar stadion.

"Dulu Sabtu Minggu paling ramai sekarang nyatanya, dulu sampai antre sekarang gak ada antre. Habis lebaran itu parahnya (tumpukan sampah)," kata dia.

Menanggapi tumpukan sampah di Depo Mandala Krida, Kepala Bidang Pengelolaan Persampahan Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta Ahmad Haryoko mengatakan bahwa pihaknya berupaya untuk mendistribusikan sampah-sampah ke depo yang masih kosong.

"Kita menggerus dan memindah ke lokasi-lokasi depo yang masih longgar. Tadi sore sudah kita lakukan," ujarnya saat dihubungi, Jumat (21/6/2024).

Dia menambahkan, bahwa sampah di Depo mandala Krida ini berasal dari warga masyarakat.

Saat disinggung terkait pengosongan depo, pihaknya mengaku belum ada pembahasan lebih detail.

"Masih belum dibahas," kata dia.

Menumpuknya sampah di depo Mandala Krida tersebut imbuhnya, juga dipengaruhi karena TPST 3R milik Pemkot Yogyakarta belum beroperasi secara maksimal.

"Betul masih berproses (pembangunan TPST 3R). Sekarang masih di angka 100 ton yang bisa diolah, dari 3 lokasi tersebut (Kranon, Karangmiri, dan Nitikan)," ujar Haryoko.

Untuk kondisi Depo Mandala Krida saat ini telah menampung 1.500 ton sampah.

"Kapasitas depo Mandala bisa 1.000 ton, karena sampah bisa memadat bisa saja di angka 1.500 ton," pungkasnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/06/22/153519178/depo-sampah-di-mandala-krida-penuh-pedagang-keluhkan-omzet-anjlok-dan

Terkini Lainnya

Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Demi Dapat Internet, Warga Padati Kantor Bupati Aceh Tengah: Ada Mahasiswa Kerjakan Tugas, atau Hubungi Keluarga
Regional
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
KUHAP Sudah Diketok, tapi Aktivis Gen Z Sukabumi Tetap Resah, Kenapa?
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com