Salin Artikel

PPDB Kota Yogyakarta 2024, Sekolah Dilarang Jual Beli Seragam, Buku, dkk

Dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), sekolah dilarang untuk memaksa orangtua siswa atau wali murid untuk membeli seragam di sekolah.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kota Yogyakarta, Budi Santosa Asrori, mengatakan bahwa Disdikpora Kota Yogyakarta mengeluarkan SE tersebut setiap tahunnya.

Hal ini untuk mengantisipasi terjadinya praktik-praktik jual beli seragam oleh sekolah.

“Terkait seragam, buku, dan iuran-iuran itu sudah tidak diperbolehkan. Sejak dulu enggak boleh,” kata dia, Selasa (11/6/2024).

Larangan pungutan pada sekolah-sekolah di Kota Yogyakarta

Budi menambahkan, SE yang dikeluarkan tersebut sekaligus bentuk pengingat bagi sekolah-sekolah.

Larangan pungutan oleh sekolah sudah tertuang pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2010.

Dalam aturan itu sudah secara tegas melarang kegiatan jual beli seragam beserta atribut di lingkungan sekolah.

Lanjut Budi, jika peserta didik maupun orangtua siswa menemukan adanya praktik jual beli seragam, orangtua diminta untuk melaporkan langsung kepada Disdikpora Kota Yogyakarta.

“Silakan lapor pada kami. Sudah jelas enggak boleh itu (pungutan atau jual beli seragam), kalau seragam ya biar sendiri (beli). Termasuk buku,” katanya lagi.

Sementara itu, Kepala SMP Negeri 6 Yogyakarta, Dwi Isnawati, mengatakan SE soal larangan pungutan liar yang di dalamnya terdapat jual beli seraam tersebut sudah disosialisasikan kepada seluruh guru dan karyawan agar tak melanggar.

"Kemudian, setelah penerimaan siswa baru, ada sosialisasi program. Kami mengundang orang tua siswa sebelum mulai MPLS (Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah)," katanya.

Dalam sosialisasi itu pihaknya menegaskan kepada orangtua siswa bahwa sekolah tidak melakukan kegiatan jual beli seragam atau pungutan lainnya.

Orangtua dipersilakan untuk membeli seragam di luar sekolah, bisa dalam bentuk pakaian jadi atau bahan yang dijahit sendiri.

"Mau beli di supermarket boleh, pasar tradisional boleh, atau mau jahit sendiri juga boleh. Bahkan, pakai punya saudara atau kakaknya pun tidak masalah," ungkapnya.

Sedangkan untuk seragam identitas sekolah, pihak SMPN 6 Yogyakarta memiliki stok yang dapat diakses oleh orangtua. Namun sifatnya tidak wajib.

Sekolah mempersilakan siswanya menggunakan seragam identitas atau tidak tanpa ada sanksi.

"Kalaupun belum punya dan tidak pakai pun tidak ada sanksi dari sekolah,” kata dia.

Meski memiliki seragam identitas, pihaknya tidak mewajibkan siswanya untuk memiliki atau membeli. Sehingga orangtua siswa tidak merasa ada paksaan atau terpaksa untuk membeli seragam tersebut.

“Orang tua tidak merasa dipaksa atau terpaksa. Kalau beli, belinya juga bukan karena terpaksa," tutupnya.

https://yogyakarta.kompas.com/read/2024/06/11/125501278/ppdb-kota-yogyakarta-2024-sekolah-dilarang-jual-beli-seragam-buku-dkk

Terkini Lainnya

Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Dukung Konservasi, Bulog Kembangkan Jambu Air Camplong di Sampang
Regional
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Jelang Nataru, KAI Edukasi Keselamatan di Perlintasan Sebidang Surabaya Gubeng
Regional
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Angka Stunting Jember Tertinggi Se-Jatim, Pemkab Gaspol Program Pencegahan
Regional
Tersangka dari Balai Kota
Tersangka dari Balai Kota
Regional
Saat Ungkapan 'Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua' Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Saat Ungkapan "Anak-anak Harus Hidup Lebih Baik dari Orangtua" Terngiang di Pikiran Gus Fawait...
Regional
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Berdesakan, Lama, dan Kurang Sat Set, Dirasakan Generasi Milenial hingga Z saat Naik Angkutan Kota
Regional
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Misteri Angka di Kayu Gelondongan Pasca Banjir Sumatera
Regional
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Gus Fawait: Jangan Saling Lempar Tanggung Jawab soal Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Ini Solusi Gus Fawait Mengentaskan Warga Miskin Ekstrem di Tengah Lahan BUMN
Regional
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Warga Tinggal di Tengah Lahan BUMN Disebut Sejahtera, Bisa Beli Mobil dan Umrah
Regional
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan 'CSR', tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Warga di Tengah Lahan BUMN Bisa Dapat Bantuan "CSR", tapi Harus Ajukan Proposal Dulu
Regional
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Kisah Habibie-Ainun Versi Miskin Ekstrem di Ujung Bukit Perhutani...
Regional
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Warga Miskin Ekstrem di Lahan BUMN Pakai Panel Surya untuk Penerangan
Regional
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Saniman dan Gira: Hidup Serabutan di Lahan BUMN, Menunggu Reforma Agraria
Regional
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Di Persimpangan Sawit, Gajah Tesso Nilo Makin Terhimpit
Regional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com